Indonesia siapkan sanksi untuk platform digital yang langgar aturan perlindungan anak
Kerja sama lintas lembaga dalam mengawal kebijakan digital yang aman bagi anak, dapat memperkuat perlindungan generasi muda dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap ekosistem digital nasional.
Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan sistem penegakan sanksi bagi platform digital yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pelindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP TUNAS).
Kebijakan tersebut menegaskan komitmen pemerintah untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak-anak di tengah meningkatnya kasus kejahatan daring yang menyasar kelompok usia muda.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa sanksi tegas akan diberlakukan kepada perusahaan platform, bukan kepada pengguna atau orang tua.
“Sanksi ini dikenakan terhadap platform, bukan kepada ibu atau anak,” ujar Meutya saat menyampaikan Orasi Ilmiah dalam Dies Natalis ke-45 FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan.
Ia menambahkan bahwa pemerintah masih memiliki waktu untuk menyempurnakan sistem sebelum kebijakan tersebut diberlakukan secara penuh.
Lindungi anak di ruang digital
PP TUNAS, yang diterbitkan pada 27 Maret 2025, mengatur kewajiban platform digital untuk memfilter konten berbahaya, menerapkan verifikasi usia pengguna, melarang pemanfaatan data anak untuk kepentingan komersial, serta menyediakan mekanisme pelaporan yang transparan.
Regulasi ini menjadikan Indonesia negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan aturan pembatasan akses digital bagi anak-anak.
Menurut Meutya, keberadaan PP ini menjadi bukti keseriusan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam melindungi generasi muda dari dampak negatif dunia maya.
Langkah pemerintah ini muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran atas keamanan anak di ruang digital. Data National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) mencatat terdapat lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak di Indonesia antara tahun 2021 hingga 2024.
Sementara itu, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 89 persen anak berusia lima tahun ke atas telah menggunakan internet, sebagian besar untuk mengakses media sosial, menjadikan mereka lebih rentan terhadap konten negatif dan eksploitasi daring.
Sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memperkuat literasi digital keluarga.
Kerja sama lintas lembaga dalam mengawal kebijakan digital yang aman bagi anak, dapat memperkuat perlindungan generasi muda sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap ekosistem digital nasional.