Gelombang badai dan banjir yang melanda sejumlah negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk wilayah-wilayah di Pulau Sumatera, Indonesia, memicu respons cepat dari berbagai pemimpin dunia. Dari London hingga Moskow, seruan empati dan keprihatinan disampaikan sebagai bentuk solidaritas terhadap korban bencana.
Di Inggris, Raja Charles III dan Permaisuri menyatakan duka cita mendalam atas hancurnya permukiman, jatuhnya korban jiwa, serta hilangnya mata pencaharian akibat cuaca ekstrem yang meluas di kawasan tersebut.
Melalui pernyataan resmi yang dirilis akun The Royal Family pada 1 Desember 2025, Raja Charles menggambarkan bencana ini sebagai tragedi dengan skala kerusakan yang sulit dibayangkan.
“Kami sangat sedih mendengar kehancuran akibat badai mengerikan di Asia Selatan dan Tenggara,” ujar Raja Charles dalam pesan tersebut. Ia menekankan bahwa penderitaan para korban harus menjadi pengingat akan rapuhnya kehidupan di tengah kondisi iklim yang terus memburuk.
Raja Inggris itu juga memuji dedikasi tim penyelamat yang terus bekerja dalam situasi yang menegangkan dan menantang, sembari menyerukan pentingnya tindakan global untuk mengatasi krisis lingkungan.
Dari Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin juga memberikan tanggapan serupa. Dalam pesan yang dikirimkan kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Putin menyampaikan belasungkawa atas tingginya jumlah korban jiwa akibat banjir besar di Sumatera.
"Bapak Presiden yang terhormat, terimalah belasungkawa saya yang terdalam atas jatuhnya korban jiwa dan kerusakan yang meluas yang disebabkan oleh banjir di Sumatera bagian utara," ujar Presiden Putin, dikutip dari TVRI News yang mengutip laporan kantor berita Rusia TASS..
Minggu lalu, Türkiye melalui kedutaan besarnya di Jakarta juga menyampaikan belasungkawa kepada Indonesia atas bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera baru-baru ini, yang telah mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan yang meluas.
Respons dari komunitas internasional ini mencerminkan meningkatnya perhatian internasional terhadap bencana kemanusiaan di Asia Tenggara, sekaligus menyoroti urgensi kerjasama global dalam mengatasi dampak cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi.
