Amerika Serikat telah meminta Duta Besar Afrika Selatan untuk AS, Ebrahim Rasool, untuk meninggalkan negara tersebut paling lambat hari Jumat, setelah keputusan Menteri Luar Negeri Marco Rubio yang menyatakan dirinya sebagai persona non grata.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Tammy Bruce, mengonfirmasi batas waktu tersebut dalam konferensi pers harian pada hari Senin, dengan menyatakan bahwa diplomat senior AS telah menyampaikan pemberitahuan resmi kepada staf Kedutaan Besar Afrika Selatan dalam pertemuan langsung di Departemen Luar Negeri.
"Setelah Menteri Rubio membuat keputusannya (pada hari Jumat), diplomat senior kami mengundang staf Kedutaan Besar Afrika Selatan untuk pertemuan langsung di Departemen Luar Negeri. Dalam pertemuan ini, pejabat kami menyampaikan pemberitahuan resmi mengenai status persona non grata Duta Besar Rasool," kata Bruce.
"Secara teknis, dia memiliki waktu seminggu sejak pemberitahuan, dan itu akan berakhir pada hari Jumat," tambahnya.
Pengusiran ini terjadi setelah pernyataan Rasool dalam seminar kebijakan luar negeri pada hari Jumat, di mana ia menuduh Presiden AS Donald Trump "memobilisasi supremasi terhadap petahana" baik di dalam negeri maupun internasional.
Rubio mengumumkan keputusan tersebut di X, dengan menautkan artikel dari media sayap kanan Breitbart yang mengutip beberapa pernyataan terbaru Rasool. Dia menyebut Rasool sebagai "politisi yang memancing isu ras" dan menambahkan bahwa AS "tidak memiliki hal untuk didiskusikan dengannya."
"Ini adalah penyamaan antara Presiden dan negara dengan supremasi kulit putih. Itu adalah tuduhan yang memberikan citra buruk terhadap sifat negara, terhadap individu... Pernyataan ini tidak dapat diterima oleh Amerika Serikat, bukan hanya oleh presiden, tetapi oleh setiap warga Amerika," kata Bruce.
"Setidaknya, yang seharusnya kita harapkan adalah standar penghormatan - penghormatan dasar, tingkat rendah - jika Anda berada dalam posisi yang akan membantu memfasilitasi hubungan diplomatik dengan negara lain."
Ketegangan Hubungan
Afrika Selatan sebelumnya menyebut pengusiran ini sebagai hal yang disayangkan dalam pernyataan dari kepresidenan dan departemen hubungan internasionalnya, tetapi mengatakan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Langkah ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Pretoria. Trump menandatangani perintah eksekutif bulan lalu yang memotong bantuan keuangan AS ke Afrika Selatan, dengan alasan kekhawatiran tentang undang-undang ekspropriasi tanah, kasus genosida terhadap Israel di Pengadilan Internasional (ICJ), dan hubungan yang semakin erat dengan Iran.
Keputusan ini juga mengikuti kritik dari miliarder kelahiran Afrika Selatan, Elon Musk, yang ditunjuk Trump untuk memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE).
Musk menuduh pemerintah Afrika Selatan memberlakukan "undang-undang kepemilikan yang secara terbuka rasis" dan menyatakan bahwa warga kulit putih menjadi korban diskriminasi.






