TNI klaim tewaskan 14 anggota separatis di Papua, OPM sebut ada korban sipil

Operasi militer di Pegunungan Bintang berujung bentrokan antara aparat dan kelompok separatis. TNI menyebut 14 anggota separatis tewas, sementara OPM menuduh warga sipil turut menjadi korban.

Mantan anggota OPM, Minanggen Murib, kembali ke NKRI dan menyatakan sumpah setia kepada Indonesia. Foto: X/@Puspen_TNI

Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyatakan telah menewaskan 14 anggota kelompok bersenjata separatis Papua dalam operasi pembebasan sebuah desa di wilayah Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan. Operasi tersebut dilakukan untuk merebut kembali kendali atas Desa Soanggama yang disebut sempat dikuasai kelompok separatis.

Keterangan ini disampaikan oleh Komandan Satuan Tugas Operasi, Kolonel Iwan Dwi Prihartono, pada Rabu (15/10). Ia mengatakan, pasukan TNI bergerak menuju Soanggama pada Selasa malam dan terjadi kontak tembak dengan sekitar 30 anggota kelompok separatis pada Rabu pagi.

“Pertempuran berlangsung hingga tengah hari. Sebanyak 14 anggota kelompok separatis tewas, sementara lainnya melarikan diri ke hutan dan meninggalkan sejumlah senjata serta peralatan,” kata Iwan dalam keterangan tertulis.

Iwan menambahkan, warga desa menyambut kedatangan pasukan TNI setelah wilayah tersebut dinyatakan aman.

Namun, pernyataan berbeda disampaikan oleh juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM), Sebby Sambom. Dalam pernyataan pada Kamis (16/10), ia menuduh TNI melakukan pembunuhan di luar hukum dan menyebut bahwa korban tewas tidak hanya anggota kelompok bersenjata, tetapi juga warga sipil.

“Sebanyak 15 orang tewas, terdiri dari 12 warga sipil dan tiga anggota kami,” kata Sebby, menuding operasi tersebut melanggar hukum internasional.

Menanggapi tudingan itu, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III, Mayjen Lucky Avianto, menegaskan bahwa tindakan prajurit TNI dilakukan secara terukur dan sah menurut hukum.

“Operasi ini dilaksanakan dengan menjunjung tinggi kedaulatan negara dan melindungi masyarakat dari ancaman kelompok separatis,” ujarnya.

Konflik bersenjata di Papua telah berlangsung selama beberapa dekade antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok separatis yang menuntut kemerdekaan dari Jakarta. Gerakan Papua Merdeka (OPM) pertama kali muncul setelah wilayah tersebut resmi menjadi bagian dari Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang disupervisi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok separatis disebut semakin memperkuat diri dengan senjata yang diperoleh dari pasar gelap atau hasil penyerangan terhadap pos-pos militer. Mereka juga pernah menculik warga asing, termasuk seorang pilot asal Selandia Baru yang dibebaskan tahun lalu setelah ditahan selama 19 bulan.

Papua, yang kaya akan sumber daya alam seperti gas, tembaga, dan emas, tetap menjadi salah satu daerah termiskin di Indonesia, dengan konflik bersenjata dan kesenjangan ekonomi yang terus menjadi tantangan besar bagi pemerintah pusat.