Cuaca dingin kembali merenggut nyawa bayi di Gaza, ribuan pengungsi tanpa perlindungan memadai

Sehari sebelumnya, para pejabat memperingatkan bahwa gelombang dingin menjadi ancaman serius bagi anak-anak, sementara ratusan ribu keluarga pengungsi masih tanpa tempat tinggal layak, pemanas, maupun perlengkapan musim dingin.

By
Lembaga bantuan mengatakan kekurangan selimut, pemanas, dan pakaian hangat memperparah krisis. / AA

Seorang bayi Palestina kembali meninggal dunia di Gaza akibat paparan suhu beku, kata otoritas kesehatan, menegaskan bagaimana musim dingin mengubah kondisi pengungsian menjadi ancaman mematikan bagi kelompok paling rentan.

Kementerian Kesehatan Gaza pada Kamis menyatakan bayi berusia satu bulan, Saeed Asaad Abideen, meninggal setelah suhu turun tajam. Dengan kasus ini, jumlah korban tewas akibat cuaca dingin mencapai 13 orang selama periode cuaca ekstrem terbaru.

Pejabat Pertahanan Sipil sehari sebelumnya memperingatkan bahwa gelombang dingin menimbulkan ancaman besar bagi anak-anak, karena ratusan ribu keluarga pengungsi masih kekurangan tempat tinggal layak, pemanas, dan perlengkapan musim dingin.

Dengan sebagian besar perumahan di Gaza hancur, banyak keluarga terpaksa tinggal di tenda atau bangunan darurat yang hampir tidak memberikan perlindungan dari hujan, angin, dan suhu yang terus merosot.

Israel dinilai gagal memenuhi kewajiban gencatan senjata

Lembaga bantuan mengatakan kekurangan selimut, pemanas, dan pakaian hangat semakin memperparah krisis.

Kantor media pemerintah Gaza berulang kali menuduh Israel gagal memenuhi kewajibannya berdasarkan gencatan senjata dan protokol kemanusiaan 10 Oktober, termasuk komitmen untuk mengizinkan masuknya material tempat tinggal serta pengiriman ratusan ribu tenda dan rumah mobil bagi keluarga pengungsi.

Sejak Oktober 2023, perang Israel yang disebut bersifat genosida di Gaza telah menewaskan hampir 70.700 warga Palestina—sebagian besar perempuan dan anak-anak—serta melukai lebih dari 171.000 orang, menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut.

Meski gencatan senjata menghentikan pertempuran besar, kondisi hidup warga sipil—terutama anak-anak—terus memburuk seiring musim dingin yang kian mencengkeram.