Tarif Trump hadapi sorotan skeptis di Mahkamah Agung AS

Jika pengadilan menolak argumen Trump, presiden tak lagi dapat memanfaatkan International Emergency Economic Powers Act untuk kebijakan tarif di masa depan.

By
Gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat terlihat di Washington D.C., Amerika Serikat pada tanggal 2 Desember 2024.

Mahkamah Agung Amerika Serikat pada Rabu menggelar sidang dengar pendapat terkait kebijakan tarif Presiden Donald Trump, ketika para hakim menyuarakan keraguan atas legalitas sanksi yang diberlakukan terhadap sebagian besar negara asing.

Jaksa Agung AS D. John Sauer, yang membela kebijakan Trump, mendapat pertanyaan dari hakim konservatif dan liberal mengenai penerapan tarif yang dianggap melanggar kewenangan Kongres dalam menetapkan pajak.

Menurut putusan pengadilan sebelumnya, Trump tidak memiliki dasar hukum berdasarkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) untuk memberlakukan pajak fentanyl atas barang dari Kanada, China, dan Meksiko, serta tarif resiprokal terhadap impor dari mitra dagang AS lainnya.

Putusan tersebut sempat ditangguhkan oleh Pengadilan Banding Federal, memberi waktu bagi pemerintahan Trump untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

“Tarif ini bersifat regulatif, bukan untuk meningkatkan pendapatan,” kata Sauer, menegaskan bahwa kebijakan tersebut berlandaskan kewenangan presiden dalam mengatur perdagangan internasional.

“Fakta bahwa tarif ini menghasilkan pendapatan hanyalah efek samping,” tambahnya.

Salah satu hakim liberal, Sonia Sotomayor, menanggapi: “Anda mengatakan tarif bukan pajak, tapi jelas itulah yang terjadi. Tarif menghasilkan uang dari warga negara Amerika, itu pendapatan.” Ia juga menyoroti bahwa hanya Trump yang menggunakan IEEPA untuk mengenakan tarif semacam ini.

Sementara itu, hakim konservatif Neil Gorsuch mempertanyakan langkah sepihak Trump dalam menetapkan tarif tanpa persetujuan Kongres dengan dalih keadaan darurat internasional.

“Apa yang terjadi jika presiden memveto undang-undang yang bermaksud mencabut kekuasaan ini?” tanya Gorsuch.

Sauer juga mendapat tekanan dari hakim konservatif lainnya, termasuk Ketua Mahkamah Agung John Roberts serta hakim Amy Coney Barrett, Brett Kavanaugh, dan Samuel Alito.

Para hakim menanyai Sauer lebih dari satu jam sebelum pengacara pihak penggugat, Neal Katyal, mulai memaparkan argumennya.

“Tarif adalah pajak,” kata Katyal membuka pernyataannya, menegaskan pandangan yang sebelumnya diungkap beberapa hakim. “Para pendiri bangsa memberikan kewenangan perpajakan hanya kepada Kongres.”

Katyal menambahkan, “Kami tidak berpandangan bahwa IEEPA mengizinkan perombakan total arsitektur tarif global seperti ini.”

Mahkamah Agung belum akan mengeluarkan putusan pada Rabu, dan waktu keputusan akhir masih belum pasti.

Tarif Trump dan kemungkinan hasilnya

Tarif awal sebesar 10 persen untuk banyak negara kini meningkat hingga 50 persen untuk produk asal Brasil dan India.

Hingga akhir tahun fiskal pada September, pemerintah AS memperoleh pendapatan sebesar 195 miliar dolar AS dari tarif, dengan sekitar 176 miliar dolar masuk ke Departemen Keuangan antara Februari dan September.

Pada Selasa, Trump menyebut kasus ini sebagai “soal hidup dan mati” bagi negara, menekankan pentingnya keputusan tersebut bagi keamanan ekonomi dan nasional AS.

Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump menulis bahwa putusan yang menguntungkan akan memberikan “keamanan finansial dan nasional yang luar biasa namun adil,” sementara kekalahan akan membuat AS “hampir tak berdaya menghadapi negara-negara yang selama bertahun-tahun telah memanfaatkan kami.”

Pihak yang menentang tarif menilai bahwa menafsirkan kewenangan IEEPA untuk mengatur impor dalam kondisi darurat sebagai dasar bagi presiden untuk memberlakukan tarif sepihak berskala global menimbulkan persoalan konstitusional. Namun, pihak Trump berargumen bahwa tarif resiprokal tersebut sepenuhnya sesuai dengan hukum yang berlaku.

Jika Mahkamah Agung menolak argumen Trump, presiden tidak akan lagi dapat menggunakan IEEPA untuk menetapkan tarif di masa mendatang.