Korban banjir di Asia tembus 1.500, warga di Indonesia keluhkan lambatnya bantuan

Tim penyelamat di Indonesia dan Sri Lanka berupaya menembus wilayah terisolasi akibat banjir besar, sementara keluhan soal lambatnya evakuasi dan distribusi bantuan makin menguat.

By
Pascabencana banjir bandang di Palembayan, Agam, Sumatera Barat. / Reuters

Upaya penyelamatan di wilayah terpencil Indonesia dan Sri Lanka terus dikebut pada Rabu (3/12), setelah banjir dan tanah longsor yang melanda empat negara menewaskan lebih dari 1.500 orang.

Di Indonesia, sejumlah penyintas menyampaikan kekecewaan atas lambannya respons pemerintah dan distribusi bantuan. Sejumlah organisasi kemanusiaan menyebut skala bencana kali ini nyaris belum pernah terjadi sebelumnya—bahkan untuk negara yang kerap dilanda bencana alam.

Hujan monsun yang dipadati dua sistem badai tropis memicu curah hujan ekstrem di Sri Lanka, sebagian wilayah Sumatera, Thailand selatan, dan Malaysia utara pada pekan lalu.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Rabu menetapkan 770 orang meninggal dunia, menurunkan angka dari laporan awal 812. Sebanyak 463 orang masih hilang. Banyak wilayah masih terputus akibat kerusakan jalan, padamnya listrik, dan terganggunya komunikasi.

“Secara logistik, ini sangat menantang,” kata Direktur Eksekutif Mercy Corps Indonesia, Ade Soekadis. “Skala kerusakan dan luas wilayah terdampak sangat besar,” ujarnya, seraya menyebutkan bahwa tim berupaya mengirim perlengkapan kebersihan dan pasokan air dari Jakarta maupun daerah.

Laporan soal minimnya makanan dan air bersih dinilai sudah “mengkhawatirkan” dan diperkirakan akan memburuk jika tak segera ditangani.

‘Seperti gempa’

Di sebuah pos pengungsian di Pandan, Reinaro Waruwu (52) menyatakan rasa kecewanya terhadap respons awal pemerintah. “Banyak yang menunggu bantuan sampai sehari semalam, akhirnya tak bisa diselamatkan,” katanya, dikelilingi pengungsi lain yang duduk di atas tikar.

Ia menggambarkan derasnya banjir dan longsor sebagai peristiwa yang tidak pernah ia saksikan sebelumnya. “Datangnya seperti gempa… Saya pikir, ‘Kalau memang mati, ya sudah’,” ujarnya sambil menangis.

Reinaro mengaku sempat tak sanggup makan ketika tiba di pos pengungsian, sementara makanan hanya tersedia secara terbatas. Kedatangan sayur-mayur pada Selasa memberinya “sedikit harapan”.

Tak jauh dari sana, Hamida Telaumbaunua (37) mengatakan seluruh dapurnya hanyut tersapu arus. “Ini pertama kalinya saya melihat banjir seperti ini,” katanya. Rumahnya hilang total, menyisakan sedikit barang yang sempat ia bawa pergi.

“Sulit membayangkan apa yang menunggu nanti. Selama kami masih hidup, itu sudah cukup… Tapi setelah ini, saya tidak tahu.”

Di Aceh Utara, M. Atar (30) mengatakan beberapa lokasi baru dapat diakses setelah jalan-jalan berhasil dibersihkan. “Kami sangat butuh air bersih. Sangat,” ujarnya.

Cuaca ekstrem serupa juga memicu banjir di Thailand, yang menewaskan sedikitnya 267 orang, serta Malaysia, di mana dua orang dilaporkan meninggal.

Sri Lanka tetap buka untuk wisatawan

Para ahli menyebut perubahan iklim turut memperburuk kejadian hujan ekstrem, dengan atmosfer yang lebih hangat menyimpan lebih banyak uap air dan lautan yang lebih panas memperkuat badai.

Sementara itu, Siklon Ditwah memicu banjir dan longsor mematikan di Sri Lanka pekan lalu. Sedikitnya 474 orang meninggal, dan kerugian ditaksir mencapai US$7 miliar.
Sebanyak 356 orang masih hilang, terutama di wilayah yang hingga kini sulit dijangkau.

Pemerintah Sri Lanka mempertimbangkan mempercepat prosedur hukum untuk menetapkan orang hilang sebagai meninggal dunia, guna memudahkan penerbitan akta kematian. Pemerintah juga menjanjikan dana 25.000 rupee (sekitar US$83) untuk pembersihan rumah, serta hingga US$8.000 bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.

Di pinggiran Kolombo, R.M.V. Lalith mulai membersihkan rumah dua lantainya.
“Beberapa perabot bisa kami selamatkan dengan memindahkannya ke lantai atas, tapi dapur kacau,” ujarnya kepada AFP.

Meski dilanda bencana besar, Sri Lanka tetap menerima kedatangan kapal pesiar mewah di Pelabuhan Kolombo pada Selasa, sebagai sinyal bahwa negara itu “aman dan terbuka kembali untuk wisatawan,” menurut dewan pariwisatanya.