Gelar pahlawan nasional untuk Soeharto memicu kritik dari para aktivis
Presiden Prabowo menobatkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Keputusan ini memicu perdebatan publik antara penghargaan atas jasa dan sorotan terhadap masa pemerintahannya.
Pemerintah Indonesia menobatkan mantan presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, langkah yang memicu perdebatan publik mengingat rekam jejak panjang pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi yang membayangi tiga dekade masa pemerintahannya.
Penganugerahan tersebut dilakukan Presiden Prabowo Subianto dalam upacara Hari Pahlawan 2025 di Istana Negara Jakarta, pada senin Senin. Sebanyak 10 tokoh dari berbagai daerah mendapat gelar yang sama, termasuk mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan aktivis buruh Marsinah, yang dikenal sebagai korban kekerasan pada masa pemerintahan Soeharto.
Dalam sambutannya, Prabowo mengajak masyarakat untuk sejenak mengenang jasa para pahlawan yang telah “memberi segala-galanya agar kita bisa hidup merdeka dan sejahtera.”
Penganugerahan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Pahlawan perang ke penguasa otoriter
Soeharto, yang wafat pada 2008, memulai kekuasaan pemerintahan pada 1967 setelah menggantikan Presiden pertama Indonesia, Sukarno, dan memimpin negara selama lebih dari 30 tahun.
Ia dikenal membawa stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun juga dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan massal sekitar 500 ribu hingga 1 juta orang yang dituding sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965–1966.
Selama masa pemerintahannya, Soeharto memperluas dominasi militer dalam kehidupan sipil serta menindak keras perbedaan pendapat. Ia juga dituding terlibat dalam korupsi dan nepotisme besar-besaran yang menguntungkan keluarga serta kroninya, meski tak pernah diadili karena alasan kesehatan hingga akhir hayatnya.
Reaksi publik dan aktivis HAM
Langkah pemerintah ini menuai kritik tajam dari kelompok masyarakat sipil dan korban pelanggaran HAM masa lalu. Soeharto tetap menjadi sosok yang membelah opini publik. Ia dihormati sebagian kalangan karena stabilitas ekonomi yang dibangunnya, tetapi diingat dengan luka mendalam oleh korban represi dan keluarga mereka.
Aksi diam Aksi Kamisan, yang telah berlangsung hampir 20 tahun di depan Istana Negara, menjadi simbol perlawanan terhadap impunitas pelanggaran HAM masa lalu. Banyak dari mereka masih mencari kejelasan atas nasib anggota keluarga yang hilang pada masa pemerintahan Soeharto.
Pemerintah menegaskan bahwa seluruh kandidat pahlawan telah melalui proses panjang sebelum disetujui. Daftar penerima gelar disusun berdasarkan rekomendasi DPR serta kajian mendalam dari Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan Nasional.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut Soeharto memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan dan operasi militer yang membawa wilayah Papua Barat ke dalam kedaulatan Indonesia. Ia juga menepis tuduhan pelanggaran HAM dan korupsi terhadap sang mantan presiden, dengan alasan belum terbukti secara hukum.