TNI diserang di tambang emas Ketapang oleh 15 WNA asal China
Penyerangan diduga dilakukan menggunakan berbagai benda berbahaya, termasuk senjata tajam, airsoft gun, serta alat setrum.
Otoritas militer Indonesia mengonfirmasi terjadinya insiden serius yang melibatkan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan sejumlah warga negara asing (WNA) asal China di area tambang emas PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM), Kabupaten Ketapang. Peristiwa tersebut kini tengah diselidiki oleh aparat keamanan dan imigrasi.
Kepala Penerangan Kodam XII/Tanjungpura, Kolonel Inf Yusub Dody Sandra, mengatakan kejadian berlangsung pada Minggu, sekitar pukul 15.40 waktu setempat. Saat itu, personel dari Batalyon Zeni Tempur 6/Satya Digdaya sedang menjalani kegiatan latihan internal di wilayah tersebut.
Menurut penjelasan resmi Kodam, insiden bermula dari laporan pihak keamanan perusahaan terkait keberadaan drone tak dikenal yang terbang di sekitar area latihan. Menindaklanjuti informasi itu, empat prajurit TNI mendatangi titik yang dicurigai sebagai lokasi pengoperasian drone.
“Di lokasi tersebut, prajurit kami menemukan empat WNA yang diduga mengendalikan drone,” ujar Yusub dalam keterangan tertulis pada hari Selasa, dikutip oleh Detik.
Situasi kemudian memanas ketika sejumlah WNA lain tiba di lokasi, sehingga total terdapat 15 orang. Dalam kondisi itu, menurut laporan awal Kodam XII/Tanjungpura, terjadi tindakan agresif terhadap prajurit TNI.
Penggunaan drone
Ia menyebutkan, berdasarkan laporan sementara, penyerangan diduga dilakukan menggunakan berbagai benda berbahaya, termasuk senjata tajam, airsoft gun, serta alat setrum. Menghadapi potensi eskalasi yang lebih luas, prajurit TNI memilih untuk tidak melanjutkan konfrontasi.
Kodam XII/Tanjungpura menegaskan bahwa proses penyelidikan masih berlangsung. Aparat militer berupaya mengungkap secara menyeluruh rangkaian kejadian, termasuk motif dugaan penyerangan serta tujuan penggunaan drone di wilayah tersebut.
PT Sultan Rafli Mandiri membantah tuduhan bahwa karyawannya menyerang personel TNI. Direktur Utama PT SRM, Li Changjin, mengakui adanya staf teknis berkewarganegaraan Tiongkok yang mengoperasikan drone di area tambang, namun menegaskan kegiatan tersebut dilakukan di dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan.
Menanggapi tuduhan mengenai kepemilikan senjata tajam, airsoft gun, maupun alat setrum, Li Changjin menyatakan bantahan tegas. Ia menegaskan tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut dan menyatakan staf teknis PT SRM tidak melakukan perusakan ataupun tindakan ilegal.
Insiden ini menambah kasus ketegangan yang melibatkan aparat keamanan dan tenaga kerja asing di sektor sumber daya alam Indonesia, di tengah sorotan publik terhadap aktivitas drone dan kehadiran aparat bersenjata di kawasan industri strategis.