Indonesia desak keadilan global dalam peralihan industri dan AI di KTT G20
Wapres Gibran menyerukan keadilan global dalam pemanfaatan AI di KTT G20, menekankan inklusi teknologi dan kemitraan yang setara bagi negara berkembang.
Wakil Presiden Indonesia Gibran Rakabuming menempatkan isu keadilan global dalam pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI) sebagai pesan utama saat berbicara pada sesi pleno KTT G20 di Johannesburg Expo Centre, Afrika Selatan, Minggu (23/11).
Ia menegaskan bahwa perkembangan teknologi tidak boleh hanya menguntungkan segelintir negara atau korporasi, melainkan harus menjadi pendorong inklusi bagi seluruh dunia.
Berbicara atas nama Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Gibran menyatakan bahwa transisi teknologi yang inklusif masih mungkin diwujudkan—sebuah prinsip yang, menurutnya, menjadi fondasi posisi Indonesia dalam berbagai diskusi G20 tahun ini.
Pada sesi pleno ke-3 bertema “A Fair and Just Future for All: Critical Minerals, Decent Work, and Artificial Intelligence”, ia menyoroti pentingnya pemerataan akses sebagai elemen dasar masa depan yang setara.
“Tujuan kita adalah masa depan yang adil. Pertanyaannya, apakah kita bergerak ke arah itu atau justru menjauh?” ujar Gibran, membuka pernyataannya di hadapan para pemimpin dunia.
Ia memperingatkan bahwa AI akan membentuk arsitektur ekonomi global selama beberapa dekade ke depan, namun manfaat teknologi tersebut saat ini masih terkonsentrasi di negara maju dan raksasa industri. Jika hal ini dibiarkan, kata dia, dunia berisiko mengulang kembali kesenjangan struktural yang terjadi pada revolusi industri terdahulu.
Gibran menyerukan agar transformasi digital dilakukan secara lebih merata.
“Revolusi ini harus adil dan memberi manfaat bagi publik. G20 harus memastikan AI menjadi kekuatan yang mendorong inklusi,” tegasnya.
Ia meminta tata kelola AI yang etis, keterbukaan akses terhadap data, serta kesempatan yang lebih luas bagi negara berkembang untuk mengakses infrastruktur digital global. Indonesia, tambahnya, juga mendukung agenda G20 terkait upah layak, kesetaraan gender, peningkatan keterampilan tenaga kerja, dan perlindungan sosial bagi pekerja yang terdampak perubahan teknologi.
“AI mungkin berbasis digital, tetapi bergantung pada ekosistem fisik,” ujarnya, merujuk pada kebutuhan besar terhadap pusat data, chip berteknologi tinggi, serta mineral kritis.
Menutup pidatonya, Gibran mendesak adanya kepemimpinan global yang mampu menjembatani inovasi dengan inklusi. “G20 harus menjadi jembatan antara kemajuan dan keadilan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa masa depan global harus dibangun di atas prinsip keadilan—baik dalam pengelolaan sumber daya alam, pemanfaatan teknologi baru, maupun perlindungan hak-hak pekerja.