Indonesia–Swedia tingkatkan kolaborasi iklim lewat mekanisme kredit karbon
Indonesia membuka peluang bagi perusahaan Swedia untuk terlibat dalam perdagangan karbon guna mempercepat penurunan emisi.
Pemerintah Indonesia terus memperluas upaya kolaborasi internasional dalam penanganan krisis iklim, salah satunya melalui kerja sama baru dengan Swedia.
Melalui skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK/CEV), Indonesia ingin mendorong perusahaan-perusahaan Swedia agar ikut berpartisipasi dalam perdagangan karbon yang diharapkan dapat mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk mengoptimalkan pendanaan iklim dan memperkuat transisi menuju energi bersih.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan bahwa kerja sama tersebut merupakan bentuk implementasi komitmen Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang sedang berlangsung di Belém, Brasil, pada 10–21 November 2025.
Ia menegaskan pentingnya membangun kemitraan yang dapat menjembatani kesenjangan antara target global dan aksi nyata di tingkat nasional.
Hanif mengatakan bahwa Indonesia membuka pintu bagi sektor usaha Swedia untuk berkontribusi langsung dalam pengurangan emisi, termasuk melalui berbagai proyek berbasis karbon.
Menurutnya, kontribusi dunia usaha sangat dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian target penurunan emisi nasional. “Kami siap bekerja bersama mitra global untuk mengubah ambisi menjadi dampak nyata,” ujar Hanif dalam agenda COP30 pada Kamis, 13 November 2025.
Dukungan terhadap rencana ini disampaikan oleh State Secretary Diana Janse yang mewakili Pemerintah Swedia. Ia menyebut bahwa Indonesia dan Swedia memiliki peluang besar untuk memperluas kerja sama iklim, khususnya dalam proyek pengelolaan sampah, penurunan emisi industri, dan upaya meningkatkan efisiensi energi.
Penguatan kerja sama iklim dan akses pendanaan hijau
Janse menambahkan bahwa sejumlah inisiatif sudah mulai dipersiapkan untuk memperkuat hubungan kedua negara di sektor lingkungan.
Indonesia sebelumnya telah menetapkan target mencapai net-zero emission pada atau sebelum tahun 2060. Pemerintah menekankan bahwa target tersebut akan ditempuh tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
Untuk mendorong percepatan pendanaan iklim, Indonesia juga mengadvokasi pemanfaatan Article 6 of the Paris Agreement yang memungkinkan transaksi karbon dilakukan secara transparan dan berintegritas tinggi.
Dalam rangkaian COP30, Indonesia aktif mempromosikan mekanisme kredit karbon yang diharapkan dapat membuka akses lebih luas bagi negara berkembang dalam mendapatkan pendanaan iklim.
Delegasi Indonesia juga menyoroti pentingnya kerja sama bilateral seperti dengan Swedia sebagai pelengkap proses multilateral yang cenderung membutuhkan waktu pembahasan lebih panjang.
Hanif menutup pernyataannya dengan menyampaikan bahwa penguatan kemitraan dengan Swedia diharapkan dapat meningkatkan peran sektor swasta, memperluas investasi hijau, serta mendukung pencapaian target penurunan emisi nasional. Menurutnya, kerja sama ini tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga membuka potensi ekonomi baru bagi kedua negara.