Pemerintah rencanakan pajak ekspor emas hingga 15 persen mulai 2026

Kementerian Keuangan tengah merampungkan skema pajak ekspor emas yang akan berlaku tahun depan, dengan tarif bervariasi sesuai tingkat pemrosesan dan kondisi harga emas dunia.

By
Seorang pegawai memperlihatkan emas batangan seberat satu kilogram di toko emas dan perhiasan Galeri 24. Reuters

Pemerintah berencana menerapkan pajak ekspor emas dengan tarif antara 7,5 persen hingga 15 persen mulai tahun depan. Rencana ini disampaikan pejabat senior Kementerian Keuangan pada Senin dan saat ini masih dalam tahap finalisasi.

Direktur Jenderal Strategi Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan dalam rapat dengan DPR bahwa tarif pajak akan dibedakan berdasarkan tingkat pemrosesan. Emas dore—batangan yang masih mengandung kotoran—akan dikenakan tarif lebih tinggi dibanding emas batangan hasil pemurnian (minted bars).

Kebijakan tersebut bertujuan mendorong lebih banyak proses pengolahan dilakukan di dalam negeri agar nilai tambah emas dapat dinikmati industri lokal dan masyarakat.

Selain tingkat pemrosesan, harga emas global juga akan menjadi pertimbangan. Menurut Febrio, tarif lebih tinggi kemungkinan diterapkan ketika harga emas mencapai atau melampaui US$3.200 per troy ounce untuk menangkap potensi keuntungan besar (windfall) dari para penambang.

Saat ini, harga emas spot berada di atas US$4.000 per ounce sejak awal November, mencatat kenaikan lebih dari 50 persen sepanjang tahun. Lonjakan ini turut mendorong nilai ekspor emas Indonesia.

Dalam sembilan bulan pertama 2025, ekspor emas mencapai US$1,64 miliar—melampaui total ekspor tahun lalu yang sebesar US$1,1 miliar. Singapura, Swiss, dan Hong Kong menjadi pembeli terbesar.

Indonesia memiliki cadangan emas belum tergali terbesar keempat di dunia, termasuk di Tambang Grasberg di Papua yang dioperasikan oleh unit lokal Freeport-McMoRan.

Namun, di tengah tingginya minat investasi emas, banyak investor domestik justru kesulitan memperoleh emas batangan. Kondisi ini, menurut Febrio, menunjukkan perlunya peredaran dan pasokan emas yang lebih kuat di dalam negeri.

“Kami ingin produksi emas tetap di Indonesia, likuiditasnya terjaga, peredarannya cukup, dan nilai tambahnya bisa dirasakan masyarakat,” ujarnya.

Adapun rencana penerapan pajak ekspor batu bara masih dalam pembahasan lebih lanjut dan belum mencapai keputusan final.