Upaya penyelamatan masih terus dilakukan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, setelah bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny ambruk pada Senin sore waktu setempat. Hingga Selasa, otoritas menyebut sedikitnya tiga santri meninggal dunia, lebih dari 100 orang luka-luka, dan 38 lainnya masih dicari di bawah reruntuhan.
Bangunan berlantai empat itu runtuh ketika para santri melaksanakan salat berjamaah sore di mushala. “Jumlah korban tercatat 102 orang, dengan 99 selamat dan 3 meninggal dunia,” kata Kepala Basarnas Mohammad Syafii.
Ia menegaskan, fokus utama tim adalah mengevakuasi puluhan korban yang diyakini masih terjebak.
Deputi Operasi Basarnas, Edy Prakoso, menjelaskan bahwa pencarian difokuskan di area mushala, lokasi di mana puluhan santri tertimpa bangunan. Reruntuhan beton yang padat dan ruang sempit membuat proses evakuasi sulit, sehingga tim menggunakan peralatan ekstrikasi serta mengerahkan Basarnas Special Group (BSG) dari Jakarta.
“Kami terus menyalurkan oksigen dan air ke korban yang masih hidup di bawah reruntuhan, sembari berupaya mengeluarkan mereka secepat mungkin,” kata Nanang Sigit, salah satu komandan operasi. Ia menambahkan, tim sempat melihat beberapa jenazah namun prioritas utama tetap menyelamatkan yang masih bernyawa.
Korban luka berat
Direktur RSUD Notopuro, Atok Irawan, mengonfirmasi tiga santri meninggal saat menjalani perawatan darurat pada Selasa. Dari total korban, 75 siswa dan dua guru masih dirawat di rumah sakit, beberapa dalam kondisi kritis. Beberapa di antaranya harus menjalani amputasi dan operasi kepala akibat luka parah.
Seorang siswa laki-laki berusia 13 tahun tercatat sebagai korban pertama yang ditemukan meninggal pada Senin, sementara ratusan lainnya berhasil keluar dengan luka patah tulang dan cedera kepala.
Puluhan keluarga santri berkumpul di lokasi reruntuhan maupun rumah sakit, menanti kabar. Papan pengumuman di pos komando yang didirikan di kompleks pesantren mencatat 65 orang masih hilang hingga Selasa pagi.

Dugaan bangunan tidak layak
BNPB mengungkapkan, runtuhnya bangunan dipicu fondasi lama yang tidak mampu menahan tambahan dua lantai baru yang sedang dicor. Polisi menyebut pembangunan itu tidak berizin. “Fondasi lama tak sanggup menopang tambahan lantai, dan roboh saat pengecoran,” ujar juru bicara Polda Jawa Timur Jules Abraham Abast.
Pondok Pesantren Al-Khoziny dikenal sebagai salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Berdiri sejak 1927, lembaga ini menampung lebih dari 2.000 santri dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi. Santri, atau murid pesantren, tinggal di asrama untuk menempuh pendidikan formal dan memperdalam ilmu agama.
Insiden di Sidoarjo ini memicu kembali perhatian publik terhadap standar keamanan bangunan di Indonesia. Kasus serupa juga pernah terjadi awal bulan ini di Jawa Barat, saat gedung tempat pengajian runtuh dan menewaskan tiga orang.
Lebih dari 300 personel SAR gabungan dari Basarnas, BNPB, TNI, Polri, pemadam kebakaran, hingga relawan lokal terlibat dalam operasi penyelamatan.
Tim dilengkapi peralatan evakuasi medis, tabung oksigen, hingga alat pemotong beton. Meski demikian, penggunaan alat berat seperti eskavator dibatasi karena dikhawatirkan memperparah kerusakan struktur dan membahayakan korban yang masih terjebak.
