DUNIA
3 menit membaca
Menteri Sudan: RSF bunuh 300 perempuan dan perkosa 25 lainnya dalam dua hari pertama di Al Fasher
Perempuan “mengalami kekerasan seksual, penyiksaan, dan penganiayaan” oleh pasukan RSF, termasuk jurnalis perempuan, kata Menteri Negara Urusan Sosial Sudan.
Menteri Sudan: RSF bunuh 300 perempuan dan perkosa 25 lainnya dalam dua hari pertama di Al Fasher
Menteri Sudan: Jika RSF tetap di Al Fasher, Darfur akan dibersihkan secara etnis; diam = terlibat.
3 November 2025

Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dilaporkan membunuh 300 perempuan dan memperkosa 25 lainnya dalam dua hari pertama setelah memasuki kota Al Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara di Sudan bagian barat, menurut pernyataan seorang pejabat Sudan.

“RSF membunuh 300 perempuan selama dua hari pertama mereka memasuki Al Fasher,” kata Menteri Negara Urusan Sosial Salma Ishaq kepada Anadolu.

Ia menuturkan bahwa perempuan di Al Fasher telah “mengalami kekerasan seksual, penyiksaan, dan penganiayaan” sebelum dibunuh.

“Semua perempuan di kota itu menghadapi risiko kekerasan seksual dan pembunuhan. Tidak ada yang aman, bahkan anak-anak,” ujar Ishaq, menambahkan bahwa jumlah kasus pemerkosaan yang telah didokumentasikan mencapai 25.

“Ada laporan bahwa jurnalis perempuan juga menjadi korban pemerkosaan, dan kejahatan ini sudah dipublikasikan,” katanya.

“Kekerasan seksual bahkan menimpa anak-anak di depan ibu mereka, yang kemudian dibunuh. Semua orang telah melihat adegan-adegan itu dalam video,” lanjutnya.

“Siapa pun yang meninggalkan Al Fasher menuju Tawila (di Darfur Utara) kini menghadapi bahaya, karena jalan antara kedua kota itu telah menjadi ‘jalan maut’,” ujarnya, menyoroti adanya kekerasan fisik disertai hinaan rasial.

“RSF menggunakan pemerkosaan dan penghinaan sebagai senjata terhadap perempuan yang melarikan diri dari Al Fasher.”

Menteri tersebut mengatakan masih ada keluarga yang tertahan di Al Fasher dan terus mengalami penyiksaan, pelecehan, serta kekerasan seksual.

“Apa yang terjadi di Al Fasher adalah tindakan sistematis pembersihan etnis, kejahatan besar yang melibatkan banyak pihak karena sikap diam mereka.”

Kejahatan RSF

Ishaq menyebut kejahatan RSF di Al Fasher mirip dengan pembantaian yang terjadi di Geneina, ibu kota Darfur Barat, pada 2023.

Menurut laporan PBB pada Januari 2024, antara 10.000 hingga 15.000 orang tewas di Geneina, termasuk gubernur negara bagian, dalam kekerasan bernuansa etnis yang dilakukan oleh RSF dan milisi sekutunya.

“Tentu saja, apa yang terjadi di Geneina tidak terdokumentasi selengkap di Al Fasher. Rekaman RSF sendiri di Geneina tidak sebanyak di Al Fasher,” ujar Ishaq.

Ia menegaskan bahwa dokumentasi kejahatan RSF kini menjadi “bagian dari senjata kelompok pemberontak itu untuk menekan pihak lawan.”

“Rasa senang saat membunuh memberikan mereka sensasi kemenangan. Dalam istilah psikologis, ini adalah bentuk penyimpangan yang mencerminkan dominasi — dan dominasi telah menjadi senjata utama RSF,” katanya.

“Jika RSF tetap bertahan di Al Fasher, mereka akan memusnahkan seluruh penduduk Darfur. Ini adalah pembersihan etnis yang sistematis, dan semua pihak yang diam ikut bertanggung jawab,” tegasnya.

Ia menambahkan, sikap diam komunitas internasional hanya akan membuat RSF semakin berani melakukan kejahatan di Al Fasher dan wilayah lain di Sudan.

Krisis kemanusiaan

Terkait bantuan kemanusiaan di Al Fasher, Ishaq mengatakan bantuan yang dikirim ke Tawila oleh sejumlah organisasi masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan ribuan keluarga pengungsi di kota tersebut.

Ia menjelaskan bahwa lembaga pemerintah tidak dapat memasuki wilayah itu karena berisiko terhadap keselamatan warga sipil dan pekerja kemanusiaan.

“Tapi kami tetap berkomunikasi dengan berbagai pihak dan berupaya menyalurkan dana tanpa mengumumkannya secara terbuka,” ujarnya.

Pada 26 Oktober, RSF merebut kendali atas Al Fasher dan diduga melakukan “pembantaian” terhadap warga sipil, menurut sejumlah organisasi lokal dan internasional. Serangan itu memicu kekhawatiran bahwa konflik bisa semakin memperdalam pembagian wilayah di Sudan.

Pada Rabu, pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo (Hemetti) mengakui adanya “pelanggaran” oleh pasukannya di Al Fasher dan mengklaim telah membentuk komite penyelidikan.

Dengan jatuhnya Al Fasher, RSF kini menguasai seluruh lima negara bagian Darfur di bagian barat dari total 18 negara bagian Sudan. Sementara itu, militer masih menguasai sebagian besar wilayah di 13 negara bagian lainnya, termasuk ibu kota Khartoum.

Wilayah Darfur mencakup sekitar seperlima luas Sudan, namun sebagian besar dari 50 juta penduduk negara itu tinggal di wilayah yang masih dikontrol oleh militer.

Jelajahi
CEO Nvidia sebut China akan 'memenangkan balapan AI'
Trump akan bertemu pemimpin Asia Tengah di tengah persaingan pengaruh di wilayah kaya sumber daya
Uni Eropa membuka 'saluran khusus' dengan China untuk pasokan tanah jarang
Setelah menghantam Filipina, Topan Kalmaegi yang mematikan bergerak menuju Vietnam
Presiden Meksiko Sheinbaum serukan hukum pelecehan seksual yang lebih tegas setelah insiden publik
ICRC peringatkan Sudan di ambang kehancuran saat dunia tetap diam
Indonesia dorong implementasi segera perdamaian Gaza usai KTT Menlu di Istanbul
Bahasa Indonesia resmi jadi bahasa kerja UNESCO, Mendikdasmen buka pidato dengan pantun
Jumlah korban tewas akibat Topan Kalmaegi di Filipina mencapai 90 orang, lebih banyak badai diprediksi akan terjadi sebelum akhir tahun
PBB mengirimkan paket makanan kepada 1 juta warga Gaza, peringatkan bahwa bantuan tersebut masih 'sangat tidak memadai'
Empat 'garis merah' China termasuk isu Taiwan kepada Trump agar gencatan perang dagang lanjut
Korban selamat yang kelaparan dan terluka dari Al Fasher, Sudan, menceritakan pelarian mengerikan mereka
Lebih dari 25.000 orang menandatangani petisi di Inggris yang menuntut pelarangan Israel dari sepak bola internasional terkait perang di Gaza
Zohran Mamdani menang pemilu wali kota New York, sosok pemuda Muslim yang mengejutkan politik AS
Astronaut China hadapi penundaan kembali ke Bumi, pesawat ruang angkasa kemungkinan terkena serpihan
Bagaimana undang-undang baru di India menargetkan orang tua Muslim dengan dalih 'cinta jihad'