Baba UmarPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) — Dengan PBB yang tengah berjuang untuk mempertahankan kelangsungan keuangannya setelah Amerika Serikat, sebagai donor terbesar, menolak untuk membayar anggaran reguler, serta penarikan Washington dari beberapa badan PBB, sejumlah negara berlomba-lomba mempromosikan kota mereka sebagai pusat potensial bagi PBB.
Pada hari Selasa, dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif UN80 yang diluncurkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, yang bertujuan menciptakan PBB yang "lebih efisien dan hemat biaya."
"Kami menyatakan kesiapan kami untuk memberikan dukungan kuat terhadap proses ini, yang juga didorong oleh visi kami untuk menjadikan Istanbul sebagai pusat PBB," kata Erdogan kepada para pemimpin dunia, dan menambahkan, "Saya dengan tulus percaya bahwa ini adalah tanggung jawab bersama kita untuk mengambil langkah-langkah yang akan mengembalikan semangat pendirian PBB."
Pernyataan Erdogan ini berakar dari proposalnya pada tahun 2013 saat menjabat sebagai Perdana Menteri Turkiye, yang mengusulkan Istanbul sebagai "ibu kota global" untuk PBB, dengan alasan lokasinya yang strategis dan keberagamannya.
Pejabat Turkiye sering mempromosikan Istanbul untuk acara internasional. Pada September 2025, kota ini menjadi tuan rumah acara multi-olahraga Paralimpiade, dengan kontribusi dari UN Women Turkiye.
Turkiye memiliki reputasi kuat dalam menyelenggarakan acara besar, seperti kejuaraan olahraga dan konferensi, berkat keramahan dan kemampuan logistiknya.
"Memindahkan kantor pusat tradisional PBB ke kota lain adalah sesuatu yang sedang dipertimbangkan, sesuatu yang sudah pernah terjadi," kata Stephane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, kepada media pada hari Jumat di markas besar PBB.
Ketika ditanya oleh TRT World apakah Istanbul bisa menjadi kota tempat PBB dipindahkan, Dujarric menjawab, "Istanbul sudah menjadi rumah bagi sejumlah pusat regional untuk berbagai organisasi PBB, jadi ini adalah sesuatu yang terus kami evaluasi."
'PBB dalam krisis'
AS telah menjadi pendonor utama PBB, menyumbang sekitar 22 persen dari anggaran reguler dan hingga 27 persen dari dana penjaga perdamaian.
Pada tahun 2023, kontribusi AS kepada PBB hampir mencapai $13 miliar. Namun, pada pemerintahan kedua Presiden Donald Trump, pemotongan dana AS diberlakukan, termasuk penghentian bantuan luar negeri dan penarikan dari WHO.
Pada tahun 2026, PBB akan menghadapi pemotongan anggaran sebesar $500 juta, mengurangi sumber daya sebesar 15,1 persen dan pos-pos pekerjaan sebesar 18,8 persen.
Ini setara dengan kehilangan minimal 3.000 pekerjaan, yang berdampak pada sekitar 20 persen dari tenaga kerja inti PBB yang berjumlah 35.000 orang.
"PBB sedang dalam krisis," kata Dujarric kepada TRT World, dan menambahkan bahwa badan dunia ini berada dalam situasi sulit "karena dunia sedang dalam krisis."
"Memang benar bahwa kami telah menerima pemotongan dana yang parah, terutama di bidang kemanusiaan. Kami harus menghadapinya karena, tidak seperti pemerintah, kami tidak bisa mencetak uang, kami tidak bisa meminjam uang," tambah Dujarric.
"Jika ada lebih sedikit uang, maka lebih sedikit hal yang didistribusikan dan orang-orang menderita, dan itulah yang sedang terjadi," katanya.
Sementara itu, Guterres telah mengusulkan rencana reformasi komprehensif yang bertujuan untuk memodernisasi organisasi, memastikan bahwa PBB secara efektif menangani tantangan abad ke-21.
Langkah penghematan
Banyak badan PBB, yang sangat bergantung pada pendanaan sukarela dari AS, terpaksa menerapkan langkah-langkah penghematan yang ketat, termasuk pengurangan staf, penghentian program, dan penutupan kantor.
Perubahan ini secara langsung berdampak pada kelompok rentan di seluruh dunia, dengan pemotongan bantuan di wilayah konflik seperti Sudan, Afghanistan, dan Yaman.
Dengan AS memotong pendanaan PBB, Qatar telah mengusulkan untuk menjadi tuan rumah kantor Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Rwanda berminat menjadi tuan rumah kampus jangka panjang PBB, yang mungkin mencakup bagian dari UNHCR.
Kenya siap menjadi tuan rumah bagi badan-badan PBB yang direlokasi, termasuk UNICEF dan UN Women, di bawah reformasi UN80, yang bertujuan mendesentralisasi dari pusat-pusat mahal seperti New York.
Tokyo dan Yokohama juga bersaing untuk menjadi tuan rumah fungsi-fungsi PBB yang direlokasi, didukung oleh pejabat setempat di tengah penarikan AS dari organisasi multilateral.
Vucic mengajukan Belgrade
Pada hari Rabu, Serbia juga masuk dalam persaingan, dengan Presidennya Aleksandar Vucic mengatakan kepada para pemimpin di Sidang Umum PBB bahwa saat PBB mencari cara untuk mengurangi biaya, "kami dengan senang hati menawarkan untuk menjadi tuan rumah bagi banyak institusi PBB di Serbia."
"Serbia terletak di persimpangan Eropa, mudah diakses baik dari timur maupun barat, dan berbicara tentang efektivitas biaya, kami mampu menawarkan biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dengan Jenewa, New York, atau pusat-pusat besar lainnya," kata Vucic dalam promosinya untuk kota Belgrade menjadi tuan rumah badan-badan PBB.
"Belgrade menawarkan fasilitas air, konektivitas yang andal, dan kapasitas yang terbukti untuk menyelenggarakan acara internasional besar," tambahnya.
Sebuah badan PBB di Belgrade akan memperkuat kehadiran PBB di Eropa Tenggara, memastikan badan-badan tersebut lebih representatif dan terdistribusi secara global, tambahnya.
