Presiden Prabowo Subianto menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengirimkan 20.000 pasukan penjaga perdamaian ke Gaza, dan bahkan menawarkan lebih banyak pasukan jika diminta PBB, pada Sidang Umum PBB ke-80 di New York pada hari Selasa.
Ia menekankan komitmen jangka panjang Indonesia sebagai salah satu kontributor terbesar bagi misi penjaga perdamaian global.
Prabowo mengatakan Indonesia siap bergabung dengan pasukan multilateral di Palestina “jika dan ketika” Dewan Keamanan dan Majelis Umum menyetujuinya, dengan tujuan mengamankan perdamaian di Gaza dan memajukan solusi dua negara.
“Perdamaian di Palestina dan Israel harus menjadi kenyataan, bukan hanya sekadar khayalan,” tegasnya.
Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia menolak penggunaan kekerasan sebagai alat politik, memperingatkan bahwa pertumpahan darah yang terus berlanjut hanya akan memicu ketidakstabilan lebih lanjut.
"Kekerasan hanya akan melahirkan lebih banyak kekerasan," ujarnya, seraya mendesak PBB untuk bertindak tegas guna menghentikan bencana kemanusiaan ini.
Kegagalan untuk bertindak dengan tegas dapat mendorong dunia menuju "perang tanpa akhir dan eskalasi kekerasan," di mana "tidak ada satu negara pun yang dapat menindas seluruh umat manusia."
Mengacu pada sejarah Indonesia sendiri, Prabowo mengingatkan para delegasi tentang penindasan kolonial yang dialami rakyat Indonesia di bawah kekuasaan Belanda. "Kami diperlakukan lebih rendah dari anjing di tanah air kami sendiri," ujarnya, seraya menambahkan bahwa pengalaman ini memberi bangsa Indonesia pemahaman yang mendalam tentang ketidakadilan, apartheid, dan kemiskinan.
Ia juga mengenang solidaritas yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia dan memuji Perserikatan Bangsa-Bangsa atas peran vitalnya dalam membantu bangsa ini mengatasi kelaparan, penyakit, dan kekurangan.
"Kita tahu apa yang bisa dilakukan oleh solidaritas," ujar presiden RI tersebut dalam pidatonya.
Pernyataan tersebut berlatar belakang di tengah meningkatnya jumlah korban di Gaza. Sejak Oktober 2023, pemboman Israel telah menewaskan lebih dari 65.300 warga Palestina—kebanyakan perempuan dan anak-anak—serta menghancurkan infrastruktur, menyebabkan kelaparan, dan menyebarkan penyakit di wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Kehancuran tersebut telah memicu kemarahan global dan tindakan hukum: Israel saat ini menghadapi tuntutan hukum di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida, sementara Mahkamah Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin senior Israel yang dituduh melakukan kejahatan perang.
