Edisi kesembilan TRT World Forum, platform dialog internasional utama Türkiye yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik TRT, resmi dibuka di Istanbul pada Jumat dengan penghormatan menyentuh bagi jurnalis yang gugur di Gaza. Acara ini menjadi pembuka emosional bagi dua hari diskusi tingkat tinggi bertema “The Global Reset: From the Old Order to New Realities.”
Sebelum sesi pembukaan dimulai, Presiden Türkiye Recep Tayyip Erdogan meninjau instalasi karya seniman Norwegia Vibeke Harper berjudul 3,925 Lost Futures, sebuah peringatan menyayat hati untuk mengenang para pemuda Palestina yang tewas akibat serangan Israel.
Sesi pembukaan juga menampilkan video singkat untuk menghormati para jurnalis Gaza, termasuk Anas Jamal al Sharif, Mariam Abu Daqqa, Ashraf Shannon, Yahya Barzaq, dan lainnya.
Sebagai simbol penghormatan, para koresponden yang pernah meliput di Gaza menyerahkan jaket pers kepada Presiden Erdogan, didedikasikan untuk mengenang rekan-rekan mereka yang gugur.
Presiden Erdogan menyampaikan pidato utama dalam sesi pembukaan yang juga dihadiri oleh Kepala Direktorat Komunikasi Türkiye Burhanettin Duran dan Direktur Jenderal TRT Mehmet Zahid Sobaci.
Bersama-sama, mereka membuka forum dua hari tersebut yang akan menjadi ajang dialog tingkat tinggi mengenai peran Türkiye dalam membentuk tatanan global yang lebih adil, seimbang, dan inklusif.
Erdogan hormati jurnalis yang gugur
Dalam pidatonya, Presiden Erdogan memberikan penghormatan kepada para jurnalis yang “mengorbankan hidupnya demi menyampaikan kebenaran,” sambil mengecam keras apa yang ia sebut sebagai “diamnya dunia” atas tindakan Israel di Gaza.
“Dalam dua tahun terakhir, Israel telah menewaskan lebih dari 70 ribu orang di Gaza, termasuk 20 ribu anak-anak. Hampir tak ada bangunan yang masih berdiri,” kata Erdogan. “Mereka yang menyebut Israel tak bersalah seharusnya melihat reruntuhan, bom, dan anak-anak kelaparan. Tak ada kepolosan di tengah kekejaman seperti itu.”
Presiden juga memuji liputan TRT dari Gaza, menyoroti komitmen kuat lembaga penyiaran tersebut untuk terus menyampaikan kebenaran di tengah situasi sulit.
“TRT tidak pernah berhenti melaporkan dari Gaza, bahkan ketika bom berjatuhan. Kami kehilangan jurnalis foto pemberani, Yahya Barzaq, namun misi TRT untuk menyampaikan kebenaran akan terus hidup,” katanya. “Pengorbanan mereka mengingatkan kita bahwa jurnalisme bukan sekadar profesi—melainkan tanggung jawab moral.”
“Nasib umat manusia tidak boleh ditentukan oleh lima negara”
Erdogan juga kembali menyerukan reformasi Dewan Keamanan PBB, dengan menegaskan bahwa tatanan pasca–Perang Dunia II “tak lagi mencerminkan realitas dunia saat ini.”
“Nasib umat manusia tidak bisa diserahkan pada belas kasihan lima negara,” ujarnya, mengutip slogannya yang terkenal, “The world is bigger than five.”
“Sistem yang seharusnya menjamin perdamaian justru menjadi penghalang keadilan. Sudah saatnya kita melakukan global reset yang sesungguhnya.”
Pemimpin Türkiye itu menegaskan bahwa negaranya akan terus mendorong solusi dua negara dan berperan aktif dalam upaya rekonstruksi Gaza. Ia juga menyinggung berbagai upaya diplomasi Ankara untuk menengahi konflik di wilayah seperti Ukraina, Somalia, Afghanistan, dan Pakistan.
“Kami tidak tinggal diam menyaksikan penderitaan—kami bertindak. Türkiye akan selalu memilih jalan sulit: membangun perdamaian, bukan berdiam diri,” tegasnya.
Memuji pendekatan TRT yang “berpusat pada kemanusiaan,” Erdogan menyebut jaringan media tersebut sebagai salah satu institusi paling terpercaya di Türkiye yang kini menjangkau 41 bahasa dan lebih dari 100 negara melalui televisi, radio, dan platform digital.
“Di era ketika manipulasi menjadi refleks dalam media global, TRT memperluas ruang bagi jurnalisme yang bertanggung jawab,” ujarnya. “Dengan menempatkan kebenaran di pusatnya, TRT memberi miliaran orang alternatif yang bermakna.”
Ia juga menyerukan agar lembaga media dunia mempertahankan nilai-nilai keluarga dari “narasi beracun dan menyimpang” yang menyebar melalui hiburan dan media sosial, serta mendorong para kreator untuk memproduksi konten yang memperkuat hubungan manusia dan nilai moral.
Türkiye membangun masa depan yang lebih adil
Sebelumnya, dalam sesi pembukaan, Kepala Direktorat Komunikasi Türkiye Burhanettin Duran menekankan bahwa misi forum ini adalah mendorong “pendekatan yang berpusat pada manusia dalam rekonstruksi tatanan global.”
Ia mengatakan bahwa di era yang ditandai oleh pandemi, krisis iklim, dan kembalinya perang konvensional, “dunia sedang menghadapi krisis makna dan tatanan,” dan Türkiye mengambil inisiatif “untuk membangun masa depan yang lebih adil di bawah kepemimpinan Presiden kami.”
“Türkiye kini menjadi aktor yang disegani di setiap kawasan karena menempatkan keamanan manusia sebagai inti diplomasi,” ujar Duran. “Kebijakan luar negeri kami mengedepankan dialog dibanding konflik, nurani dibanding kepentingan, dan keadilan di atas kekuasaan. Menghadapi imperialisme budaya, kami membela kebenaran. Menghadapi kemanusiaan yang selektif, kami berpihak pada keadilan.”
Duran juga memuji TRT dan Anadolu Agency karena “menjadi suara bagi mereka yang tak bersuara,” serta menghormati para jurnalis yang “menyampaikan kebenaran kepada dunia tanpa menyimpang, bahkan di bawah tekanan dan hambatan.”
“Kami mengenang dengan hormat semua jurnalis yang gugur dalam perjuangan ini dan mendoakan kesembuhan bagi yang terluka,” ujarnya, menutup pidato dengan ucapan selamat kepada keluarga besar TRT atas penyelenggaraan “forum yang melayani bangsa sekaligus kemanusiaan.”
TRT membentuk lanskap media global
Direktur Jenderal TRT Mehmet Zahid Sobaci menyampaikan bahwa sistem internasional yang dibangun setelah Perang Dunia II “telah kehilangan kemampuan untuk menegakkan keadilan maupun akuntabilitas.”
“Kita kini berhadapan dengan tatanan global yang lebih mengutamakan kekuasaan ketimbang etika, dan kekacauan ketimbang aturan,” katanya. “Satu-satunya solusi adalah membangun kembali sistem ini dengan visi yang berlandaskan moralitas, inklusivitas, dan keadilan.”
Sobaci mengatakan bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Erdogan, Türkiye telah “muncul sebagai aktor transformatif yang menjunjung diplomasi di atas konflik dan keadilan di atas penindasan.”
“Saat tembok keheningan dibangun di sekitar Gaza, presiden kita memberi keberanian bagi kata-kata,” ujarnya. “Ketika nilai-nilai kemanusiaan diadili, bangsa kita mengibarkan panji nurani. Türkiye berdiri sebagai kompas moral dunia.”
Ia juga menyoroti peran TRT yang terus berkembang dalam membentuk lanskap media global:
“Mulai dari saluran televisi dan radio hingga platform digital internasional, TRT terus mendokumentasikan kebenaran dan memperkuat visi kemanusiaan Türkiye. Di abad Türkiye ini, misi kami adalah memperkuat posisi moral dan strategis bangsa melalui jurnalisme yang bertanggung jawab.”



















