Opini
DUNIA
4 menit membaca
Pidato Erdogan di PBB: Gaza, ‘Israel Raya’, dan masa depan kawasan
Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Presiden Turkiye menempatkan Gaza sebagai bagian dari perjuangan yang lebih luas: soal keadilan, kedaulatan, dan masa depan tatanan regional.
Pidato Erdogan di PBB: Gaza, ‘Israel Raya’, dan masa depan kawasan
Presiden Erdogan berpidato di Sidang Umum PBB ke-80, menyoroti krisis di Gaza dan menyerukan tindakan internasional untuk menegakkan martabat kemanusiaan. / AP
24 September 2025

Berdiri di hadapan Sidang Umum PBB ke-80, Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak hanya mengecam perang Israel di Gaza. Ia menantang PBB, menuding tatanan internasional turut bersekongkol, dan memposisikan Turkiye sebagai suara hati nurani dari sistem global yang kian rapuh.

Pidatonya melampaui sekadar kecaman atas genosida di Gaza; itu adalah upaya untuk membingkai ulang peran Turkiye sebagai otoritas moral sekaligus kekuatan regional di tengah keretakan global yang mendalam.

Meski Gaza mendominasi pernyataannya, Erdogan menggunakan panggung PBB untuk menempatkan krisis tersebut dalam gambaran strategis yang lebih luas.

Ia mengutip Piagam PBB untuk menyoroti kegagalan organisasi itu menjaga misi dasarnya: perdamaian dan keamanan. Erdogan berterima kasih kepada negara-negara yang telah mengakui Palestina dan mendesak negara lain agar mengikuti jejak itu. Dengan begitu, ia menegaskan bahwa advokasi Turkiye atas solusi dua negara bukan sikap sesaat, melainkan pilar utama kebijakan luar negerinya, sekaligus alat untuk menantang apa yang Ankara anggap sebagai pengabaian tanggung jawab oleh PBB.

Erdogan juga menyampaikan keprihatinan atas absennya Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, yang tak bisa hadir karena Amerika Serikat menolak visanya, bersama sekitar 80 pejabat Palestina lainnya. Isyarat kecil namun bermakna ini menegaskan dukungan konsisten Turkiye terhadap solusi dua negara dan kesediaan Ankara menciptakan kondisi untuk mewujudkannya, baik lewat retorika maupun tindakan.

Dari situ, Erdogan menyoroti serangan destruktif Israel, dengan menyatakan bahwa serangan itu bukan hanya menargetkan warga sipil, melainkan jantung kehidupan Palestina: hewan, lahan pertanian, pohon zaitun berusia ratusan tahun, hingga sumber air. Dengan menekankan detail ini, ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa yang diserang bukan hanya manusia, melainkan seluruh cara hidup.

Ia juga menegaskan bahwa genosida di Gaza semakin dalam, seraya menambahkan bahwa pembantaian itu terus berlangsung bahkan ketika Sidang Umum PBB digelar. “Selama 23 bulan terakhir, setiap jam ada seorang anak yang terbunuh di Gaza,” ujarnya, sebelum menunjukkan foto-foto anak-anak Palestina yang kelaparan kepada para delegasi.

Gambar-gambar itu memperlihatkan bagaimana Israel mengabaikan kebutuhan paling dasar manusia demi mencegah terwujudnya solusi dua negara.

“Tidak ada perang di Gaza; tidak bisa dikatakan ada dua pihak yang berhadapan. Di satu sisi ada tentara reguler dengan persenjataan modern, di sisi lain ada warga sipil tak berdosa. Ini bukan perang melawan teror; ini kebijakan pengusiran, pengasingan, genosida, dan pembantaian massal dengan menjadikan peristiwa 7 Oktober sebagai dalih,” kata Erdogan di forum internasional. Ucapannya ini merupakan tantangan langsung terhadap upaya Israel menyamarkan pendudukan dan aneksasinya di balik jargon kebijakan keamanan.

Lebih jauh, presiden Turkiye menyoroti tindakan Israel di Tepi Barat yang diduduki, wilayah yang tidak berada di bawah kendali Hamas. Hal ini untuk membongkar dalih Israel bahwa operasi militernya adalah upaya kontra-terorisme, sebuah narasi yang runtuh jika diperiksa lebih dekat.

Poin penting lainnya dari pidato Erdogan adalah penegasannya bahwa tindakan Israel merusak pencapaian bersama seluruh umat manusia. “Mereka yang memilih diam adalah bagian dari kejahatan ini,” tegasnya.

Pesannya jelas: Gaza bukan hanya soal kelangsungan hidup bangsa Palestina, melainkan juga soal martabat kemanusiaan. Kredibilitas PBB, menurutnya, bergantung pada keberanian bertindak.

Presiden Turkiye itu menegaskan bahwa martabat kemanusiaan hanya bisa dijaga melalui langkah kolektif dan tegas untuk menghentikan genosida yang sedang berlangsung. Ia juga memperingatkan keras bahwa Israel kini menjadi ancaman bagi perdamaian regional, dengan menyebut situasi itu sebagai “kegilaan negara” yang tidak boleh dibiarkan berlanjut.

Dari Gaza ke kawasan

Erdogan memperluas perspektifnya, menempatkan perang Israel sebagai bagian dari agenda ekspansionis yang lebih besar. Ia mengingatkan bahwa dua tahun lalu, di podium PBB yang sama, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menampilkan peta yang memasukkan Tepi Barat dan Gaza sebagai bagian dari Israel, sebuah visual yang banyak ditafsirkan sebagai dorongan menuju gagasan “Israel Raya.”

Kini, kepala negara Turkiye itu menyebut serangan Israel terhadap Suriah, Lebanon, Yaman, Iran, dan Qatar sebagai tanda bahwa destabilisasi Gaza hanyalah awal dari ancaman bagi kawasan secara keseluruhan.

Dalam Konferensi Palestina di sela Sidang Umum PBB, Erdogan menajamkan pesannya: “Pemerintahan Netanyahu, yang memimpin sebuah bangsa yang dulu hampir dimusnahkan oleh Holocaust, kini melakukan genosida terhadap tetangga yang telah berbagi tanah, air, udara, dan laut selama ribuan tahun.”

Dari pernyataan itu lahir kerangka sejarah yang disengaja: “Kami juga telah hidup di tanah ini selama ribuan tahun. Kami berbagi tanah, air, laut, dan udara bersama. Tetapi pembagian itu harus adil, setara, dan berkeadilan, bukan maksimalisme sepihak.”

Dengan menyinggung “ribuan tahun”, Erdogan tidak hanya menolak visi Netanyahu tentang “Tanah yang Dijanjikan” atau “Israel Raya”, melainkan juga memperingatkan bahwa pembantaian di Gaza suatu hari bisa merambah ke perbatasan negara-negara tetangga.

Pidato Erdogan yang penuh daya di PBB memosisikan Turkiye sebagai pembela keadilan internasional, pelindung kedaulatan regional, dan suara hati nurani dalam sistem PBB yang sering gagal memenuhi piagamnya sendiri.

Terlepas dari apakah publik sependapat dengan kerangka pemikirannya, pidato ini menunjukkan tekad Ankara untuk mengambil peran sentral dalam membentuk narasi moral dan strategis di Timur Tengah. Bagi Erdogan, Gaza hanyalah ujian awal, sementara taruhannya jauh lebih luas.

SUMBER:TRT World