Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan praktik pungutan ilegal dalam penentuan kuota haji oleh oknum di Kementerian Agama. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa permintaan uang ini tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui jalur berjenjang yang akhirnya mencapai biro perjalanan haji.
“Setelah kami telusuri berjenjang. Permintaannya begitu berjenjang,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam, dikutip dari Antara News.
Menurut Asep, uang yang diminta disebut sebagai ‘uang percepatan’. Tujuannya adalah agar jemaah haji khusus dapat menunaikan ibadah haji pada tahun yang sama tanpa menunggu antrean dua tahun, sebagaimana ketentuan normal. “Biasanya jemaah harus menunggu antrean sekitar dua tahun. Tapi dengan uang ini, mereka bisa berangkat pada tahun yang sama,” jelasnya.
Proses penyidikan dan perkiraan kerugian
KPK mulai menindaklanjuti kasus ini pada 9 Agustus 2025, setelah meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas beberapa hari sebelumnya. Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memperkirakan potensi kerugian negara akibat praktik ini, yang awalnya diperkirakan melebihi Rp1 triliun. Dalam rangka penyidikan, tiga orang termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas dicegah bepergian ke luar negeri.
Sementara itu, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga mencatat adanya ketidaksesuaian dalam pembagian kuota tambahan haji 2024. Dari total 20.000 kuota tambahan, 10.000 dialokasikan untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Padahal, aturan yang berlaku dalam Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 menyebutkan alokasi kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan 92 persen untuk haji reguler.












