ASIA
3 menit membaca
Pemerintah evaluasi program makan bergizi gratis usai kasus keracunan siswa
Sejumlah kasus keracunan siswa memicu evaluasi menyeluruh program Makan Bergizi Gratis, dengan KSP menekankan pentingnya perbaikan mekanisme dan standar keamanan pangan.
Pemerintah evaluasi program makan bergizi gratis usai kasus keracunan siswa
Tinjau langsung program MBG, Bill Gates apresiasi komitmen Indonesia. / Reuters
14 jam yang lalu

Pemerintah, melalui Kantor Staf Presiden (KSP), mendorong evaluasi komprehensif terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah beberapa kasus keracunan siswa terjadi di berbagai wilayah. Proses evaluasi dimaksudkan agar program yang ditujukan untuk meningkatkan gizi anak sekolah ini tidak malah membahayakan kesehatan mereka.

Dikutip dari Antara, Kepala KSP Muhammad Qodari menegaskan pada Sabtu bahwa mekanisme dan kerangka kelembagaan program harus diperkuat agar sasaran tercapai tanpa kompromi atas keamanan pangan.

“Harus ada perbaikan dari sisi mekanisme, kelembagaan, dan aspek lain. Ini menjadi alarm bagi kita, dan harus segera dibenahi. Yang paling dikhawatirkan adalah insiden di daerah terpencil, di mana penanganannya tidak sekuat di kota,”

Kepala KSP Muhammad Qodari

Kasus terbaru terjadi pada 18 September di Garut, Jawa Barat, saat 569 siswa dari beberapa sekolah mengalami mual dan muntah setelah mengonsumsi ayam dan nasi dalam program MBG.

Di sisi lain, di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah, sekitar 277 siswa juga dilaporkan sakit akibat makanan gratis dari program ini. Distribusi makanan di wilayah tersebut sempat dihentikan sementara untuk investigasi.

Peningkatan pengawasan dan tanggapan pemerintah

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan permohonan maaf atas insiden-insiden tersebut dan berjanji pemerintah sudah melakukan upaya pemulihan cepat, termasuk penanganan medis dan koordinasi dengan pemerintah daerah.

Dalam rangka perbaikan, Badan Gizi Nasional (BGN) memperketat standar operasional dapur penyedia makanan (“SPPG” atau dapur MBG), memastikan setiap dapur mematuhi protokol keamanan pangan yang lebih tinggi, misalnya prosedur sanitasi, suhu penyimpanan, distribusi, dan pemrosesan makanan.

Pemerintah juga menetapkan target nol insiden keracunan makanan di seluruh Indonesia, termasuk daerah terpencil. Untuk itu, pengawasan laboratorium terhadap sampel makanan ditingkatkan, terutama di wilayah yang beberapa kali mengalami kejadian, seperti Banggai dan Garut.

Tantangan dan usulan perbaikan dari para ahli

Para pakar keamanan pangan dan lembaga masyarakat mencatat beberapa faktor penyebab berulangnya insiden: skala produksi yang besar dalam program, perubahan pemasok bahan mentah tanpa pengawasan ketat, dan lemahnya prosedur penyimpanan setelah memasak.

Prof. Sri Raharjo dari UGM menyarankan agar skala produksi diperbesar secara bertahap, bukan langsung merata di semua sekolah, sehingga SOP keamanan makanan bisa digarap dengan teliti terlebih dahulu.

Selain itu, BPOM juga ikut turun tangan: mereka sedang meneliti bahan baku akibat dugaan perubahan pemasok, termasuk dugaan alergi atau kontaminasi di Banggai yang dikaitkan dengan pemasok baru ikan tongkol

Pemerintah menyatakan akan terus memantau dan melakukan evaluasi lanjutan, terutama menjaga agar pelaksanaan program MBG tidak hanya merata tetapi juga aman dan sesuai standar. Upaya edukasi bagi penyedia makanan dan pengawas lokal juga dianggap penting agar kejadian serupa tidak terulang.

SUMBER:TRT Indonesia