Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan kepada para pemimpin dunia bahwa negaranya sudah merasakan dampak dari krisis iklim. Pernyataan ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut pemanasan global sebagai “penipuan terbesar.”
“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan Anda bahwa kami sudah mengalami dampak langsung dari perubahan iklim, terutama ancaman kenaikan permukaan air laut,” kata Prabowo dalam pidatonya di Sidang Umum PBB ke-80 di New York.
“Permukaan air laut di pantai utara ibu kota kami naik 5 sentimeter setiap tahun. Bisakah Anda bayangkan dalam 10 tahun? Bisakah Anda bayangkan dalam 20 tahun?” tanyanya.
Prabowo menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen pada janji-janji dalam Perjanjian Paris dan menargetkan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, “dan kami sangat yakin dapat mencapainya lebih awal.” Ia menjelaskan rencana untuk merehabilitasi 12 juta hektar lahan terdegradasi, memperluas energi terbarukan, dan menciptakan “lapangan kerja hijau berkualitas untuk masa depan.”
Sebaliknya, Trump menolak perubahan iklim dengan menyebutnya sebagai “penipuan terbesar.”
Ia mengkritik Uni Eropa karena mengurangi jejak karbonnya, yang menurutnya telah merugikan ekonomi mereka, dan memperingatkan negara-negara yang berinvestasi besar dalam energi terbarukan bahwa ekonomi mereka akan menderita.
Presiden AS itu juga mempromosikan fokus pemerintahannya pada produksi bahan bakar fosil.
“Kami tidak perlu banyak berburu, karena kami memiliki cadangan minyak terbesar dibandingkan negara mana pun di dunia, minyak dan gas di dunia, dan jika Anda tambahkan batu bara, kami memiliki yang terbanyak dibandingkan negara mana pun di dunia,” katanya.
Prabowo menegaskan bahwa Indonesia akan terus bertindak, memperingatkan bahwa generasi mendatang memperhatikan dengan seksama.
“Anak-anak kita belajar kepemimpinan bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan yang kita buat,” katanya.