BISNIS DAN TEKNOLOGI
2 menit membaca
Pakar peringatkan dominasi China dalam ledakan nikel Indonesia hadapi ketidakpastian baru
China membangun ledakan nikel di Indonesia, namun kolumnis Reuters, Andy Home, memperingatkan peralihan Beijing ke baterai bebas nikel menciptakan surplus yang terus meningkat dan membuat Indonesia semakin rentan.
Pakar peringatkan dominasi China dalam ledakan nikel Indonesia hadapi ketidakpastian baru
FOTO FILE: Sebuah truk mengangkut tanah berisi bijih nikel dari sebuah tambang ke pelabuhan di Pulau Halmahera di Indonesia bagian timur. / Reuters
4 Desember 2025

China telah menjadi kekuatan tunggal terpenting di balik kebangkitan Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia — membiayai, membangun, dan mengoperasikan sebagian besar basis industri yang kini mencakup 70% pasokan nikel global. Namun, seiring produsen kendaraan listrik (EV) China beralih dari baterai yang intensif nikel, asumsi inti di balik strategi nikel Indonesia sedang diuji.

Selama dekade terakhir, investasi China telah mentransformasi sektor nikel Indonesia. Gelombang pertama memasok industri baja tahan karat China, sementara gelombang kedua — didorong oleh dorongan hilirisasi Jakarta — membangun smelter yang memproduksi matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), dan logam olahan yang ditujukan untuk rantai pasokan baterai EV. 

"China membiayai dan membangun industri nikel Indonesia, mengubah negara ini menjadi produsen terbesar di dunia dalam kurun waktu satu dekade," catat kolumnis Reuters, Andy Home. 

Produksi Indonesia melonjak dari 780.000 ton pada tahun 2020 menjadi 2,3 juta ton pada tahun 2024, sebuah lompatan yang sebagian besar dimungkinkan oleh proyek-proyek yang dioperasikan China.

TerkaitTRT Indonesia - Danantara dan China jalin kerjasama dalam proyek nikel senilai $1,42 miliar

Namun, seiring dengan peningkatan skala produksi Indonesia, produsen baterai China mulai beralih ke baterai litium-besi-fosfat (LFP) — yang lebih murah, lebih aman, dan semakin mampu beroperasi dalam jangka panjang. Seiring LFP menguasai pasar China, permintaan nikel sulfat menurun, dan surplus logam disalurkan ke bursa global.

Inventaris LME telah melonjak dari 54.000 ton pada awal 2023 menjadi 366.000 ton. Nikel merek China, yang sebelumnya tidak tersedia di gudang setahun sebelumnya, kini menyumbang 70% dari seluruh logam yang terdaftar di LME. 

Nikel Indonesia juga mengalami akumulasi di gudang. Harga telah merosot mendekati batas biaya terendah, dengan penurunan baru-baru ini mencapai $14.330 per ton.

Meskipun ada sinyal kelebihan pasokan, ekspansi terus berlanjut. Macquarie Bank memperkirakan tambahan kapasitas HPAL sebesar 1 juta ton di Indonesia pada tahun 2030, yang berpotensi memperpanjang surplus global selama bertahun-tahun. 

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan baru akan pulih setelah tahun 2030 yang pada saat itu persediaan gudang bisa melonjak tinggi.

Seiring Indonesia menggandakan ambisi hilirisasinya, ketergantungannya pada China tetap sangat besar, mulai dari pembiayaan, pemrosesan, hingga akses pasar. Namun, minat China yang menurun terhadap baterai nikel menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia telah terlalu berkomitmen pada logam yang masa depannya kurang pasti daripada yang diyakini sebelumnya.

Menutup analisisnya di kolom Reuters, Andy Home memperingatkan bahwa "Indonesia kini terjebak dalam perangkap sumber daya, kekayaannya tak dapat dilepaskan dari China dan minatnya yang menurun terhadap baterai nikel."

TerkaitTRT Indonesia - Mengapa baterai lithium-ion bisa menjadi titik gesekan berikutnya dalam perang dagang China-AS
SUMBER:Reuters