Dari perang narkoba ke perebutan kekuasaan — Sejauh mana Trump akan melangkah di Karibia?
POLITIK
5 menit membaca
Dari perang narkoba ke perebutan kekuasaan — Sejauh mana Trump akan melangkah di Karibia?Para ahli memperingatkan, langkah akhir Trump di Karibia berisiko besar. Setiap serangan AS di Kolombia atau Venezuela bisa memicu pengungsian massal dan menghancurkan komunitas di perbatasan.
Gambar terpisah menunjukkan dua rekaman video dari apa yang Trump gambarkan sebagai serangan militer AS terhadap kapal kartel narkoba di Karibia. / Reuters
sehari yang lalu

Washington, DC — Menjelang Oktober, Laut Karibia terasa lebih mirip papan catur ketimbang lautan. Kapal perang Amerika berpatroli di perairannya, drone berdengung di langit, sementara para pemimpin di Bogotá, Caracas, dan Washington saling melontarkan tuduhan.

Apa yang awalnya digagas sebagai operasi melawan kartel narkoba kini berubah menjadi sesuatu yang lebih besar: ujian kekuasaan, kedaulatan, dan seberapa jauh Presiden AS Donald Trump akan melangkah untuk menegaskan dominasinya di Amerika Latin.

Pakar politik Amerika Latin dari Universitas Gonzaga, Jenaro Abraham, menilai risikonya jelas.

“Langkah ini akan mempercepat pergeseran kawasan menuju multipolaritas — memperdalam hubungan perdagangan dan keamanan dengan China, Rusia, dan blok-blok yang berafiliasi dengan BRICS,” ujarnya kepada TRT World.

“Meski invasi darat masih kecil kemungkinannya, perang terbatas lewat drone, serangan siber, atau operasi proxy tak bisa dikesampingkan.”

Menurut Abraham, motif AS berjalan di beberapa lapis. “Bagi Trump, proyeksi kekuasaan di luar negeri berfungsi sekaligus sebagai panggung politik dan kebutuhan imperial.”

Latar belakangnya pun berbicara sendiri. Sejak awal September, AS telah melancarkan sembilan serangan besar terhadap kapal yang diduga membawa narkoba di Karibia dan Pasifik timur, menewaskan sedikitnya 37 orang.

Pentagon menyebut targetnya adalah jaringan penyelundup yang terkait dengan “organisasi teroris yang ditetapkan.” Jika tujuh serangan sebelumnya terjadi di Karibia, dua yang terbaru dilakukan di Pasifik timur — menandai perluasan wilayah operasi.

Trump mengklaim memiliki kewenangan hukum untuk terus mengebom kapal di perairan internasional, meski mengatakan akan meminta persetujuan Kongres bila operasi diperluas hingga mencakup target di daratan.

Peningkatan militer yang menopang operasi ini disebut belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kawasan: delapan kapal perang, tiga kapal serbu amfibi, dan lebih dari enam ribu marinir kini ditempatkan di sekitar wilayah tersebut.

Meniti garis tipis

Trump menyebutnya “perang melawan narco-teror.” Namun para pengkritiknya melihat ancaman yang jauh lebih besar.

“Ini bukan perang melawan penyelundupan,” kata Presiden Kolombia Gustavo Petro setelah salah satu serangan menewaskan enam warganya. “Ini perang demi minyak, dan dunia harus menghentikannya.”

AS membantah tuduhan itu. Di Washington, para pejabat menggambarkan operasi ini sebagai kelanjutan dari perang melawan fentanyl. “Setiap kapal itu bertanggung jawab atas kematian 25.000 warga Amerika dan kehancuran keluarga mereka,” kata Trump dalam pidatonya baru-baru ini.

Namun hingga pertengahan Oktober, laporan dari sumber Venezuela dan AS menunjukkan sebagian besar fentanyl masih masuk ke AS melalui Meksiko.

Rachel Williams, analis keamanan di Washington DC, mengatakan langkah pemerintah telah mengaburkan batas antara operasi kontra-narkoba dan konfrontasi militer.

“AS sedang meniti garis yang sangat tipis,” ujarnya kepada TRT World.
“Kesalahan kecil terhadap pasukan Kolombia atau warga sipil bisa dengan cepat memicu eskalasi, dan persepsi agresi dapat menimbulkan reaksi politik jauh di luar wilayah konflik.”

Kekhawatiran akan ketidakstabilan yang lebih luas

Seiring meningkatnya kehadiran militer AS, citra pengaruhnya pun makin mencolok. Delapan kapal perang, termasuk kapal penghancur dan kapal amfibi, kini berpatroli di Karibia dan Pasifik timur.

Jet tempur F-35 dan drone Reaper ditempatkan di landasan udara Puerto Rico, sementara pesawat penyerang AC-130 — yang identik dengan perang di Timur Tengah — kembali terlihat di langit tropis.

Pemerintahan Trump menyebut langkah ini sebagai “aksi tegas” melawan kartel, namun di seluruh Amerika Latin, dampak politiknya terasa cepat.

Presiden Petro menangguhkan kerja sama keamanan dengan Washington dan menggalang dukungan dari sejumlah pemimpin berhaluan kiri di kawasan. Rusia dan China juga mengeluarkan kecaman terhadap serangan-serangan tersebut.

Abraham memperingatkan bahwa dampaknya bisa melampaui konflik. “Setiap eskalasi besar akan mengguncang stabilitas kawasan,” katanya.

“Serangan AS di Kolombia atau Venezuela dapat memicu pengungsian besar-besaran, memperkuat kelompok kriminal lintas negara, dan menghancurkan komunitas di perbatasan. Sejak perjanjian damai Kolombia tahun 2016, aktor bersenjata yang tumbuh paling cepat bukan lagi gerilyawan kiri, tapi kelompok paramiliter sayap kanan yang menguasai jalur narkoba dan pertambangan.”

Kompleksitas ini membuat misi AS hampir mustahil dikendalikan. Washington menganggap sebagian kelompok paramiliter itu sebagai sekutu, sementara Bogotá melihat mereka sebagai pengedar narkoba.

Masa depan benua Amerika

Menjelang akhir Oktober, situasi di Karibia semakin genting.

Trump memberlakukan tarif baru sebesar 10–25 persen untuk sebagian besar ekspor Kolombia, menangguhkan bantuan AS senilai sekitar 200–413 juta dolar untuk tahun fiskal berjalan, dan memicu Kolombia menarik duta besarnya dari Washington di tengah keretakan hubungan bilateral.

“Kami sudah menghantam mereka di laut — sekarang kami akan bergerak ke darat untuk membasmi narco-teroris dari sumbernya,” kata Trump pada Rabu, menyebut langkah itu sebagai eskalasi yang diperlukan.

Menurut Williams, sinyal yang disampaikan lebih luas. “Peralihan ke operasi darat menunjukkan Washington memperluas misinya melampaui pemberantasan narkoba,” ujarnya.

“Apa yang awalnya operasi sempit melawan fentanyl kini berubah menjadi sinyal geopolitik berskala besar.”

Bagi Trump, kampanye ini disambut baik di dalam negeri. Pesannya sederhana: perbatasan yang kuat dan tanpa toleransi terhadap kekacauan asing. Namun di luar negeri, setiap serangan justru menjerumuskan kawasan ke dalam ketidakpastian yang lebih dalam.

Enam minggu berlalu, Karibia telah menjadi garis depan perebutan pengaruh baru — di mana setiap serangan dan setiap pernyataan mengubah peta kekuasaan.

Seperti dikatakan Abraham, “Ini bukan sekadar soal Karibia. Ini tentang siapa yang berhak menentukan masa depan benua Amerika — dan apakah AS masih bisa mengklaim hak itu.”

SUMBER:TRT World
Jelajahi