Janji iklim terbaru dari berbagai negara diperkirakan akan membuat emisi gas rumah kaca global mulai menurun dalam 10 tahun ke depan. Namun, laju penurunannya masih terlalu lambat untuk mencegah dampak perubahan iklim yang semakin parah dan cuaca ekstrem, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa.
Analisis dari sekretariat perubahan iklim PBB (UNFCCC) menunjukkan bahwa jika seluruh rencana penanganan krisis iklim dijalankan, jumlah gas pemanas bumi yang dilepaskan ke atmosfer setiap tahun akan turun 10 persen pada 2035 dibandingkan level tahun 2019.
Perhitungan ini menjadi tonggak penting — pertama kalinya UNFCCC memperkirakan adanya penurunan emisi global yang stabil, setelah terus meningkat sejak 1990.
Masih jauh dari target 1,5°C
Penurunan 10 persen itu masih sangat jauh dari target pengurangan 60 persen yang dibutuhkan pada 2035 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas suhu praindustri — ambang yang, menurut ilmuwan, jika terlewati akan memicu dampak jauh lebih parah.
Keterlambatan ini menambah tekanan menjelang KTT Iklim COP30 bulan depan di Brasil, di mana negara-negara diharapkan meningkatkan komitmen mereka — meskipun Amerika Serikat tengah mencabut sejumlah kebijakan iklim di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
“Kemanusiaan kini jelas mulai menekuk kurva emisi ke arah penurunan untuk pertama kalinya, meski belum cukup cepat,” kata Kepala UNFCCC Simon Stiell.
“Sekarang saatnya bagi COP30 dan dunia untuk merespons dan menunjukkan bagaimana kita akan mempercepat langkah ini,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
Negara-negara masih lamban bertindak
Banyak negara dinilai lamban dalam menetapkan target iklim yang lebih ambisius di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik.
UNFCCC juga merilis laporan rinci mengenai 64 negara yang memenuhi tenggat waktu September untuk menyerahkan rencana iklim final mereka. Namun, jumlah itu hanya mencakup sekitar 30 persen dari total emisi global.
Untuk memberikan gambaran yang lebih menyeluruh, UNFCCC menyusun analisis global yang juga memasukkan target yang telah diumumkan tetapi belum diserahkan secara resmi, termasuk dari China dan Uni Eropa.
Namun, analisis tersebut masih menyimpan ketidakpastian. Misalnya, ia masih menghitung janji pengurangan emisi AS tahun 2024 yang kemungkinan besar akan dibatalkan oleh Trump, sehingga arah emisi AS ke depan belum jelas.
China, yang saat ini menyumbang sekitar 29 persen emisi global tahunan, bulan lalu berjanji akan menurunkan emisinya sebesar 7–10 persen dari puncaknya pada 2035, namun belum menentukan kapan puncak itu akan terjadi.
Beberapa analis menilai Beijing sebenarnya bisa berbuat lebih banyak.
“China cenderung menetapkan target yang rendah,” kata Norah Zhang, analis kebijakan iklim dari lembaga riset NewClimate Institute, seraya mencatat bahwa negara itu sudah mencapai target perluasan energi angin dan surya untuk 2030 enam tahun lebih awal.












