Antara 21 hingga 23 Oktober, Presiden Recep Tayyip Erdogan melakukan kunjungan resmi selama tiga hari ke kawasan Teluk, dengan tujuan memperkuat hubungan bilateral Türkiye dengan Kuwait, Qatar, dan Oman di berbagai sektor, termasuk ekonomi, politik, dan pertahanan.
Kunjungan ini menghasilkan penandatanganan 24 perjanjian, nota kesepahaman, dan pernyataan bersama.
Namun, agenda utama tidak terbatas pada topik hubungan bilateral biasa. Sebaliknya, isu-isu utama yang dibahas meliputi tantangan regional, termasuk kebijakan ekspansionis Israel, gencatan senjata di Gaza, dan integrasi regional Suriah.
Isu-isu ini tidak hanya terkait dengan prioritas keamanan regional Türkiye, tetapi juga mencerminkan arsitektur keamanan yang lebih luas di mana negara-negara Teluk memainkan peran penting.
Waktu kunjungan Erdogan sangat penting, karena dilakukan tak lama setelah rencana perdamaian Gaza ditandatangani di KTT Perdamaian Sharm el-Sheikh di Mesir.
Fokus langsung beralih pada implementasi gencatan senjata dan proses pasca-gencatan senjata di Gaza.
Gaza dan wilayah sekitarnya
Dengan negara-negara Teluk diharapkan memainkan peran kunci dalam proses ini, tujuan bersama untuk menjaga perdamaian dan memastikan stabilisasi bertahap di Gaza menjadi inti dari diskusi.
Isu-isu utama yang dibahas termasuk pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, pembentukan dan pengerahan cepat pasukan penjaga perdamaian internasional, rekonstruksi Gaza, dan kerangka tata kelola pasca-perang.
Topik-topik ini saling terkait, karena negara-negara Teluk, terutama dengan kemampuan ekonomi mereka, diharapkan berkontribusi dalam rekonstruksi Gaza, sehingga mendorong proses secara keseluruhan.
Selain itu, peran Türkiye sebagai mediator utama dalam diskusi gencatan senjata menambah signifikansi kunjungan Erdogan.
Kunjungan ini menegaskan upaya nyata untuk memastikan gencatan senjata di Gaza tetap terjaga, terutama mengingat pelanggaran yang terus dilakukan oleh Israel dan meningkatnya jumlah pelanggaran tersebut.
Sikap Türkiye dan negara-negara Teluk sangat penting dalam menjaga posisi yang stabil dan bersatu, yang bahkan dapat memberikan tekanan pada Amerika Serikat untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas pelanggaran di masa depan.
Berbeda dengan Kuwait dan Oman, Qatar dan Türkiye mengambil peran aktif sebagai mediator di KTT Sharm el-Sheikh, menekankan pentingnya memperkuat kemauan politik untuk menjaga perdamaian di Gaza dan mencegah pelanggaran lebih lanjut oleh Israel.
Selain Gaza, fokus utama lain dari tur diplomatik Erdogan adalah reintegrasi politik dan ekonomi pemerintah Suriah yang terbentuk setelah revolusi 8 Desember.
Mengintegrasikan Suriah sebagai aktor yang stabil di kawasan juga menjadi perhatian negara-negara Teluk dalam kerangka keamanan regional yang lebih luas.
Memperkuat hubungan ekonomi dan diplomatik antara pemerintah Suriah yang baru dan negara-negara Teluk akan memperkuat tren stabilitas dan, pada akhirnya, berkontribusi untuk memastikan keamanan regional.
Meskipun tur ini berfokus pada hubungan bilateral, diplomasi pemimpin-ke-pemimpin Erdogan telah membuka jalan bagi semua negara untuk terlibat sebagai aktor kolektif dan bertanggung jawab dalam keamanan regional.
Keamanan regional
Di sisi lain, kebijakan ekspansionis Israel yang meningkat, terutama setelah serangan 9 September di Qatar, telah secara dramatis mengubah persepsi keamanan negara-negara Teluk.
Perubahan ini mendorong mereka untuk mengeksplorasi pengaturan keamanan alternatif.
Meskipun ada jaminan keamanan dari AS, serangan di Doha dipandang sebagai ancaman langsung, yang mendorong Qatar dan negara-negara Teluk lainnya untuk memperbarui komitmen keamanan mereka dengan Amerika Serikat.
Pada saat yang sama, negara-negara Teluk berupaya membangun aliansi alternatif dengan kekuatan regional selain AS yang memiliki kemampuan militer yang kuat.
Misalnya, Arab Saudi telah membentuk aliansi pertahanan dengan Pakistan.
Dalam lanskap yang terus berkembang ini, Türkiye, yang didukung oleh industri militer dan pertahanan yang kuat serta kemampuan tempur yang telah teruji di berbagai zona konflik, semakin dipandang sebagai pemain keamanan kunci di kawasan.
Tren keamanan dan pertahanan yang muncul sejak 2019 sangat signifikan dalam membentuk posisi ini.
Serangan Abqaiq 2019 meningkatkan kekhawatiran pertahanan, yang menyebabkan ketergantungan lebih besar pada pengadaan militer AS dan pengeluaran pertahanan untuk menghadapi ancaman asimetris dari Iran dan proksi regionalnya.
Namun, serangan di Doha telah mengubah dinamika ini. Fokusnya sekarang adalah mengurangi ketergantungan pada dukungan militer AS, dengan penekanan pada pembangunan industri pertahanan independen dan diversifikasi sumber pengadaan.
Kebijakan regional Israel dan serangannya terhadap Qatar telah mempercepat perubahan ini, menandai titik balik baru dalam keamanan regional.
Negara-negara Teluk, terutama setelah 7 Oktober, semakin fokus pada lokalisasi industri pertahanan mereka dan diversifikasi sumber pengadaan.
Perubahan ini merupakan respons terhadap perubahan kebijakan Timur Tengah AS dan evolusi arsitektur keamanan di kawasan. Ketika AS mengurangi perannya sebagai penjamin keamanan utama, negara-negara Teluk semakin beralih ke kekuatan regional seperti Türkiye untuk mengisi kekosongan keamanan.
Tur tiga hari Presiden Erdogan ke Teluk sejalan dengan tren yang muncul ini, memperkuat posisi Türkiye sebagai penyedia keamanan utama di kawasan.

















