Penandatanganan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) disebut mendorong Uni Eropa melonggarkan sikapnya terhadap regulasi deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Menurut Antara News, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan kesepakatan ini memberi manfaat besar, mulai dari akses pasar yang lebih luas hingga pengurangan hambatan perdagangan, termasuk yang terkait EUDR.
EUDR merupakan aturan yang melarang masuknya produk terkait komoditas seperti kelapa sawit, kopi, kakao, kayu, karet, dan kedelai apabila terbukti berasal dari lahan hasil deforestasi setelah akhir 2020. Aturan ini sempat menuai kritik dari Indonesia dan Malaysia yang menilai kebijakan tersebut diskriminatif dan berpotensi merugikan jutaan petani kecil. Dengan adanya IEU-CEPA, Uni Eropa disebut bersedia menunda penerapan penuh regulasi itu serta membuka ruang dialog lebih besar untuk memastikan transisi yang adil bagi produsen di negara berkembang.
Peluang ekspor dan investasi
Budi optimistis implementasi IEU-CEPA bisa menggandakan ekspor Indonesia ke Uni Eropa dalam beberapa tahun ke depan. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan nilai perdagangan kedua pihak antara Januari–Juli 2025 mencapai 18 miliar dolar AS, naik 4,34 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pada 2024, perdagangan bilateral tercatat sebesar 30,40 miliar dolar AS dengan surplus Indonesia sebesar 4,4 miliar dolar AS.
Kesepakatan ini meniadakan hingga 98 persen tarif, menghapus sebagian besar hambatan barang dan jasa, serta membuka jalan bagi peningkatan investasi. Sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki diperkirakan akan diuntungkan, sementara produk sawit mendapat jaminan pasar lebih stabil. Di sisi lain, Uni Eropa akan memperoleh akses lebih besar dalam sektor pangan, pertanian, otomotif, dan industri kimia.
Pemerintah juga menargetkan investasi dari negara-negara UE meningkat hingga 20 persen per tahun. Menteri Investasi Rosan Roeslani menyebut target ini ambisius, tetapi realistis karena rata-rata pertumbuhan investasi Eropa selama lima tahun terakhir baru sekitar 15 persen per tahun. “Dengan CEPA, kami ingin menarik lebih banyak investasi berkualitas tinggi yang bisa menciptakan lapangan kerja baru,” ujarnya dikutip dari Antara News.
Tak hanya itu, IEU-CEPA juga dipandang membuka kepastian hukum bagi investor dan mendorong integrasi rantai pasok antara Indonesia dan Eropa. Industri otomotif, energi terbarukan, dan teknologi digital disebut sebagai sektor potensial yang bisa berkembang pesat dengan adanya kesepakatan ini.
Kritik lingkungan dan tantangan ke depan
Meski membawa harapan bagi pertumbuhan ekonomi, sejumlah kelompok lingkungan menilai pelonggaran sikap Uni Eropa terhadap EUDR bisa mengorbankan komitmen perlindungan hutan. Lembaga lingkungan internasional bahkan menyebut kompromi ini sebagai langkah mundur dalam upaya global melawan deforestasi. Artikel South China Morning Post menuliskan bahwa langkah Uni Eropa tersebut dianggap “kapitulasi terhadap kepentingan perdagangan global” yang berisiko memperlambat pencapaian target iklim.
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa keberlanjutan tetap menjadi salah satu pilar utama dalam IEU-CEPA. Kesepakatan ini mencakup komitmen terhadap Perjanjian Paris dan kerja sama teknis dalam sektor lingkungan, termasuk program sertifikasi berkelanjutan serta dukungan teknologi hijau untuk petani dan industri. Menurut pernyataan resmi dari Uni Eropa, CEPA akan dijalankan dengan prinsip “ekonomi hijau yang adil” agar keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan tetap terjaga.
Ke depan, IEU-CEPA masih harus melalui proses ratifikasi di parlemen Indonesia dan lembaga legislatif UE sebelum dapat berlaku penuh. Setelah tahap ini selesai, kesepakatan diproyeksikan akan menjadi salah satu perjanjian dagang terbesar yang pernah ditandatangani Indonesia, sekaligus membuka babak baru hubungan ekonomi dengan Uni Eropa.
