ASIA
2 menit membaca
KPK tahan 4 tersangka kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim 2019–2022
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat di Jawa Timur. Penahanan ini merupakan pengembangan dari kasus tangkap tangan pada 2022.
KPK tahan 4 tersangka kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim 2019–2022
KPK Tahan 4 Tersangka Pengurusan Dana Hibah. Foto: KPK
3 Oktober 2025

Empat tersangka resmi ditahan dalam dugaan korupsi pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019–2022. Penahanan dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2 hingga 21 Oktober 2025 di Rutan Cabang Gedung Merah Putih, Jakarta.

Mereka adalah HAS, JPP, dan WK dari pihak swasta, serta SUK, mantan Kepala Desa di Kabupaten Tulungagung. “Keempat tersangka ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari pertama,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan pers pada Jumat (3/10).

Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan pada Desember 2022. Berdasarkan penyidikan, dana hibah dikondisikan menjadi jatah “Pokok-pokok Pikiran” (Pokir) Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024 bersama sejumlah koordinator lapangan.

Tersangka JPP, HAS, SUK, dan WK berperan menyusun proposal, RAB, hingga laporan pertanggungjawaban secara mandiri. Untuk melancarkan pencairan dana, mereka memberikan “ijon” dengan skema pembagian fee: Ketua DPRD Jawa Timur KUS (15–20 persen), koordinator lapangan (5–10 persen), pengurus Pokmas (2,5 persen), dan admin (2,5 persen).

Akibatnya, hanya 55–70 persen dari total dana hibah yang benar-benar digunakan untuk masyarakat. Dalam periode 2019–2022, KUS disebut menerima komitmen fee hingga Rp32,2 miliar.

Tindak lanjut dan pencegahan

Selain penindakan, KPK juga menekankan langkah pencegahan. Melalui fungsi koordinasi dan supervisi, lembaga antikorupsi ini memberikan rekomendasi perbaikan tata kelola perencanaan dan penganggaran di Pemprov Jatim.

“KPK memberikan rekomendasi agar praktik serupa tidak kembali terulang di masa mendatang,” kata Ali.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

SUMBER:TRT Indonesia