Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Sugiono, menyerukan perlunya kerja sama internasional untuk mengakhiri krisis Rohingya yang hingga kini belum menemukan solusi. Seruan tersebut ia sampaikan saat berbicara dalam ‘Konferensi Tingkat Tinggi tentang Situasi Muslim Rohingya dan Minoritas Lainnya di Myanmar’ yang menjadi bagian dari Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di Markas Besar PBB, New York, pada 30 September.
Dalam forum tersebut, Menlu Sugiono menegaskan bahwa tragedi Rohingya tidak dapat dilepaskan dari krisis politik yang lebih luas di Myanmar.
“Penyelesaian menyeluruh hanya dapat dicapai dengan mengatasi akar permasalahan melalui dialog inklusif, sejalan dengan Five-Point Consensus,” ujarnya, dilansir dari pernyataan tertulis di situs Kemlu RI.
Ia juga menyoroti kondisi rentan para pengungsi Rohingya yang kini semakin menjadi target jaringan kriminal transnasional, termasuk perdagangan orang dan penyelundupan manusia. Menlu menegaskan, Indonesia akan mengambil langkah tegas menghadapi jaringan tersebut.
Namun, menurutnya, tidak ada satu negara pun yang bisa bergerak sendiri. “ASEAN dan Bali Process harus terus diperkuat sebagai platform kawasan untuk menghadapi migrasi ireguler dan melindungi komunitas rentan,” tegasnya.
Selain menekankan pentingnya peran kawasan, Sugiono menyerukan peningkatan koordinasi global melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional, seperti UNODC, UNHCR, dan IOM. Upaya ini, katanya, harus ditujukan untuk memberi dukungan berkelanjutan kepada negara-negara yang selama ini menampung pengungsi Rohingya.
Ia juga mendorong negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951, terutama negara maju, agar memperluas program resettlement bagi pengungsi di negara ketiga.
“Sudah delapan tahun pengungsi Rohingya berada dalam ketidakpastian. Kita tidak boleh membiarkan ini berubah menjadi dekade keputusasaan. Komunitas internasional harus berbagi tanggung jawab,” ujar Menlu Sugiono menutup pernyataannya.
Konferensi tingkat tinggi ini sendiri merupakan tindak lanjut dari Resolusi SMU PBB 79/182, yang menekankan pentingnya mobilisasi dukungan politik serta penyusunan rencana aksi konkret, inovatif, dan terukur.
Forum tersebut juga menegaskan komitmen Indonesia pada perlindungan hak asasi manusia serta membuka jalan bagi repatriasi sukarela, aman, dan bermartabat bagi komunitas Rohingya.
