Indonesia meluncurkan langkah besar dalam transformasi pengelolaan sampah dan transisi energi bersih. Pemerintah menetapkan sepuluh wilayah sebagai prioritas utama dalam fase awal pembangunan fasilitas waste-to-energy (WtE) atau Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), sebagai bagian dari strategi nasional untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah.
Kementerian Koordinator Bidang Pangan sekaligus Ketua Tim Percepatan Kemandirian Pangan, Energi, dan Air, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa penetapan wilayah prioritas dilakukan melalui proses penilaian dan verifikasi menyeluruh yang dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
“Kriteria utama mencakup wilayah yang menghasilkan lebih dari 1.000 ton sampah per hari, memiliki lahan siap bangun, serta menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah daerah dalam pengelolaan dan transportasi sampah,” ujarnya pada Kamis.
Komitmen daerah
Agar dapat berpartisipasi dalam program ini, pemerintah daerah diwajibkan untuk menyerahkan pernyataan resmi kesiapan kepada Menteri Lingkungan Hidup. Dalam dokumen tersebut, pemerintah daerah harus menjamin ketersediaan lahan minimal lima hektare yang sesuai dengan tata ruang, bebas dari banjir, terletak jauh dari kawasan bandara, serta memiliki akses jalan dan infrastruktur air yang memadai.
Selain itu, lokasi fasilitas pengolahan sampah harus berada dalam radius 50 kilometer dari sumber sampah untuk menjamin efisiensi logistik.
Dukungan finansial berskala besar juga telah disiapkan melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara Indonesia, yang mengumumkan keberhasilan penjualan obligasi hijau “Patriot Bonds” senilai Rp50 triliun atau sekitar 3,2 miliar dolar AS melalui skema private placement.
Dana ini akan dialokasikan untuk mendukung pembangunan 33 proyek energi terbarukan dan WtE di berbagai wilayah Indonesia. ‘’Dengan timbunan 35 juta ton per tahun yang sebagian besar belum tertangani, kita menghadapi risiko besar bagi lingkungan, kesehatan, dan emisi gas rumah kaca. WtE adalah solusi jangka panjang, bukan sekadar urusan sampah,” kata Rosan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengolahan Sampah Menjadi Energi di Wisma Danantara, 1 Oktober 2025.

Transisi energi dan ekonomi
Setiap fasilitas WtE dirancang untuk mengolah sekitar 1.000 ton sampah per hari dan mampu menghasilkan listrik hingga 15 megawatt, jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 20.000 rumah tangga.
Teknologi ini juga dapat menghemat penggunaan lahan Tempat Pembuangan Akhir hingga 90 persen serta menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 80 persen dibandingkan dengan sistem pembuangan konvensional. Investasi untuk satu unit PSEL diperkirakan mencapai Rp2 hingga 3 triliun atau setara dengan 127 hingga $190 juta.
Listrik yang dihasilkan akan dijual dengan tarif sekitar 20 sen per kWh, dan pemerintah akan memberikan subsidi tipping fee melalui PLN sehingga beban biaya tidak lagi ditanggung oleh pemerintah daerah.
Program ini menjadi salah satu pilar utama Indonesia dalam upaya mencapai target Net Zero Emission pada 2060. Delapan proyek pertama akan diluncurkan lebih dulu sebelum diperluas ke 33 lokasi, mencakup Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.
Selain memberikan manfaat bagi lingkungan, proyek WtE juga diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi daerah melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya tarik investasi hijau.
Setiap lokasi proyek diperkirakan dapat menyerap sekitar 4.000 tenaga kerja selama masa konstruksi dan sekitar 300 pekerjaan tetap saat fasilitas mulai beroperasi. Dengan dukungan kebijakan pemerintah pusat, skema pembiayaan yang tepat, serta teknologi yang telah terbukti secara global, Indonesia kini berada dalam posisi strategis untuk menjadi pusat investasi hijau di kawasan Asia Tenggara.