Indonesia kembali menegaskan posisinya dalam isu Palestina setelah Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi terbaru mengenai Gaza pada 17 November 2025. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri menyampaikan keputusan tersebut sebagai tonggak penting untuk menjaga momentum gencatan senjata yang telah disepakati serta membuka ruang lebih besar bagi penyaluran bantuan kemanusiaan ke seluruh wilayah Gaza.
Pemerintah menekankan bahwa resolusi ini tidak hanya menyoroti penghentian kekerasan, tetapi juga menyusun kerangka perdamaian jangka panjang yang mencakup penguatan institusi Palestina, dukungan rekonstruksi, dan hadirnya Pasukan Stabilisasi Internasional (International Stabilization Force/ISF) yang akan bekerja di Gaza berdasarkan mandat eksplisit dari PBB.
Indonesia memandang kehadiran ISF harus dibangun di atas mandat yang jelas agar dapat memastikan keamanan, perlindungan warga sipil, serta mendukung mekanisme pemerintahan sementara yang tengah dibentuk pasca gencatan senjata.
Dalam dokumen itu, ISF diberi mandat awal selama dua tahun dan akan bekerja bersama Israel dan Mesir untuk mengamankan perbatasan Gaza, menyalurkan bantuan, mengawasi proses perlucutan senjata kelompok bersenjata, serta mendampingi pelatihan ulang aparat kepolisian Palestina.
Resolusi tersebut disetujui 13 anggota DK PBB, sementara Rusia dan China memilih abstain. Langkah ini muncul setelah kesepakatan tahap pertama rencana 20 poin yang dipresentasikan Amerika Serikat, yang mencakup pertukaran tahanan dan dimulainya proses transisi pemerintahan Gaza tanpa kehadiran Hamas.

Kesiapan pasukan perdamaian
Indonesia dalam pernyataan resminya menyatakan bahwa seluruh proses perdamaian ini harus melibatkan Otoritas Palestina sebagai pemegang mandat sah menuju pembentukan kembali tata kelola Gaza. Pemerintah menilai tidak akan ada jalur politik yang realistis untuk mencapai solusi dua negara sebagaimana parameter hukum internasional yang disepakati.
Di tingkat nasional, pemerintah sebelumnya menyatakan kesiapan untuk mengerahkan hingga 20.000 personel bila terdapat mandat PBB yang jelas terkait misi stabilisasi di Gaza, sesuai dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto di hadapan Sidang Majelis Umum PBB.
Sejak eskalasi pada 2023, lebih dari 69.500 warga Palestina tewas dan lebih dari 170.700 lainnya terluka, mayoritas perempuan dan anak-anak, akibat serangan Israel yang menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.
Kementerian Luar Negeri menegaskan keyakinan bahwa dukungan internasional terhadap resolusi ini tidak hanya menjadi jalan keluar bagi konflik selama dua tahun terakhir, tetapi juga membuka peluang bagi rakyat Palestina untuk memperoleh kemerdekaan penuh dan membangun masa depan yang lebih stabil di kawasan Timur Tengah.



















