Laporan terbaru dari Auriga Nusantara dan Earth Insight mengungkapkan dampak serius penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang disebut sebagai salah satu kawasan laut terkaya di dunia.
Analisis spasial berjudul “Red Alert: Nickel Mining Threats to Raja Ampat” menunjukkan lebih dari 22.000 hektare konsesi tambang nikel mengancam UNESCO Global Geopark, membahayakan 2.470 hektare terumbu karang, 7.200 hektare hutan alam, serta mata pencaharian lebih dari 64.000 penduduk lokal.
Foto investigasi lapangan memperlihatkan aliran sedimen dari bukit gundul yang mengubah perairan hijau zamrud menjadi cokelat keruh, serta terumbu karang yang memutih di sekitar lokasi tambang aktif maupun bekas tambang.
Direktur Auriga Nusantara, Timer Manurung, menyebut penambangan nikel di Raja Ampat menciptakan “efek domino kehancuran.”
“Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat menimbulkan kerusakan berantai. Mulai dari deforestasi, sedimen yang merusak terumbu karang, hingga hilangnya biota laut yang menjadi tumpuan masyarakat lokal,” ujarnya dalam keterangan pers, pada Kamis..
Timer mendesak pemerintah untuk segera mencabut seluruh izin tambang, termasuk izin operasi PT Gag Nikel di Pulau Gag.
“Keuntungan pertambangan jangka pendek tidak sebanding dengan nilai jangka panjang ekosistem utuh yang menopang biodiversitas laut dan ekonomi pariwisata,” tambahnya.
UNESCO Global Geopark terancam
Raja Ampat merupakan bagian dari Segitiga Karang (Coral Triangle), yang menjadi habitat 75 persen spesies karang dangkal dunia, lebih dari 1.600 spesies ikan, dan populasi pari manta terbesar di dunia. Kawasan ini ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark karena nilai geologis dan ekologisnya yang penting secara internasional.
Namun, laporan Auriga dan Earth Insight memperingatkan bahwa kelanjutan operasi tambang bisa membahayakan status UNESCO tersebut. Pada 2023, Raja Ampat mencatat lebih dari 19.000 kunjungan wisatawan yang sangat bergantung pada keindahan alamnya.
Pada Juni 2025, pemerintah Indonesia mencabut empat izin tambang nikel setelah protes dari masyarakat. Namun, pada 3 September 2025, PT Gag Nikel kembali diizinkan beroperasi dengan alasan dampaknya bisa dikelola.
Auriga Nusantara menilai langkah ini tidak konsisten. Meski pemerintah menyebut operasi Gag Nikel berada di luar kawasan geopark dengan jarak 30-40 kilometer, para peneliti menegaskan Raja Ampat adalah satu ekosistem kesatuan. Arus laut dapat membawa sedimen nikel dari satu pulau ke wilayah lain.
Spesies penting terancam
Laporan juga menyoroti ancaman terhadap spesies laut dilindungi, termasuk pari manta raksasa (Mobula birostris) dan lima spesies penyu terancam punah seperti penyu sisik. Nelayan tradisional melaporkan ikan dan lumba-lumba menjauh akibat kebisingan serta getaran dari aktivitas tambang.
Di Pulau Kawei, kerusakan hutan di puncak bukit menyebabkan sedimentasi yang berpotensi merusak karang di bawahnya. Sementara di Pulau Manuran, limpasan tambang kerap menimbulkan polusi saat air pasang.
Laporan ini merekomendasikan penetapan zona larangan tambang permanen di seluruh Raja Ampat, disertai alternatif pembangunan berkelanjutan yang mendukung keanekaragaman hayati sekaligus ekonomi masyarakat lokal.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dan tengah memposisikan diri sebagai “OPEC nikel” untuk memenuhi permintaan global, terutama industri baterai kendaraan listrik. Namun, laporan ini menunjukkan bahwa ekspansi tambang di kawasan sensitif seperti Raja Ampat berisiko menciptakan kerusakan ekologis jangka panjang, dengan dampak sosial dan ekonomi yang jauh melampaui lokasi tambang itu sendiri.
