Kerugian triliunan dolar: Bagaimana tarif Trump melumpuhkan ekonomi global
BISNIS DAN TEKNOLOGI
5 menit membaca
Kerugian triliunan dolar: Bagaimana tarif Trump melumpuhkan ekonomi globalTarif perdagangan Trump diperkirakan akan merugikan ekonomi global hingga 2 triliun dolar AS pada 2027. Eksportir elektronik dan produsen mobil diprediksi menjadi sektor paling terpukul. Namun, ada juga pihak yang diuntungkan dari aturan baru ini.
Kerugian Triliunan Dolar: Bagaimana Tarif Trump Mematikan Perekonomian Global / TRT Russian
8 jam yang lalu

Dampaknya dirasakan semua pihak

Tarif menjadi senjata utama sanksi Donald Trump. Presiden Amerika Serikat itu langsung menaikkannya begitu kembali ke Gedung Putih.

Pada April, ia memperkenalkan pajak impor dasar sebesar 10 persen dan menaikkan tarif untuk beberapa negara tertentu. Proses itu sempat ditangguhkan ketika mitra dagang AS mencoba mencapai kesepakatan. Beberapa bahkan berhasil mendapatkan syarat istimewa. Misalnya, tarif untuk sebagian besar produk Uni Eropa kini 15 persen, padahal Washington sebelumnya mengancam menaikkannya hingga 50 persen. Jepang dan Korea Selatan menerima kelonggaran serupa.

Namun, Trump tetap bersikap keras pada negara lain. Akhir Agustus, hambatan dagang untuk India digandakan menjadi 50 persen. Untuk Kanada, tarif naik menjadi 35 persen, sementara untuk Taiwan menjadi 20 persen.

AS juga menetapkan tarif tinggi untuk Brasil, Suriah, Myanmar, Swiss, Irak, Serbia, Laos, Aljazair, Bosnia dan Herzegovina, Libya, serta Afrika Selatan.

Trump menghukum sejumlah negara karena membeli minyak Rusia. Negara lain dikenai tarif dengan alasan memerangi imigrasi ilegal dan penyelundupan narkoba. Selain itu, AS juga berupaya membuka akses ke pasar lokal mereka.

Tarif paling keras diterapkan pada China, rival dagang utama AS sejak masa jabatan pertama Trump. Ketegangan meningkat pada 2025 setelah Washington menaikkan tarif impor China hingga 145 persen. Beijing merespons dengan langkah serupa, menaikkan tarif barang-barang AS menjadi 125 persen.

Namun, kedua negara segera mencapai kesepakatan. Pada Mei, mereka menandatangani “gencatan dagang” selama 90 hari dengan kesepakatan tarif 10 persen pada produk masing-masing.

Pada 12 Agustus, kedua pihak memperpanjang jeda tarif itu selama 90 hari lagi. Washington tampaknya menyadari eratnya keterkaitan ekonomi AS dan China, sehingga setiap langkah baru akan berdampak besar bagi kedua belah pihak.

Dari kopi hingga smartphone

Meski begitu, negara lain juga akan merasakan dampak perang tarif ini. Bloomberg Economics memperkirakan kebijakan tarif keras AS akan merugikan ekonomi global hingga 2 triliun dolar AS pada 2027.

“Pukulan paling terasa akan dialami negara-negara yang mengekspor sebagian besar barangnya ke AS. Misalnya Meksiko, yang mengandalkan ekspor ke AS sekitar 25 persen dari PDB-nya. Kanada dan Vietnam, sekitar 20 persen. Amerika Tengah, antara 15–25 persen,” jelas Ian Pinchuk, Wakil Kepala Perdagangan Bursa di WHITEBIRD, kepada TRT edisi Rusia.

Kebijakan tarif Trump juga akan menghantam negara-negara Asia Tenggara seperti Kamboja, Bangladesh, dan Myanmar, di mana tekstil dan industri ringan menjadi penopang utama ekspor. India, yang kini menyalip China sebagai pemasok smartphone terbesar ke AS, menghadapi tantangan berat. Pada kuartal kedua tahun ini, India mengirimkan 3,4 kali lebih banyak smartphone dibanding periode yang sama tahun 2024. Kini, New Delhi harus segera mencari pasar baru.

Brasil, produsen dan eksportir kopi terbesar dunia, juga tak luput. Pada Agustus, negara itu mengirimkan 3,144 juta karung kopi (60 kilogram) ke pasar global—17,5 persen lebih sedikit dibanding bulan yang sama tahun lalu.

Sebagai catatan, sepertiga kopi yang dikonsumsi di AS berasal dari Brasil. Namun, pada Januari–Juli, pembelian AS dari Brasil turun hampir 18 persen.

“Ekonomi Eropa juga akan terdampak kebijakan tarif pemerintahan Trump. Misalnya, Irlandia berisiko kehilangan miliaran euro akibat pembatasan ekspor farmasi. Jerman juga bisa kehilangan keuntungan besar di industri otomotif,” kata Igor Rastorguev, analis utama di AMarkets, kepada TRT edisi Rusia.

Menurutnya, industri otomotif akan menjadi sektor paling terpukul. Misalnya, Stellantis memproduksi banyak model di Meksiko lalu hanya merakitnya di AS. Semikonduktor juga menjadi target tarif, padahal 80 persen produksinya terkonsentrasi di Asia Tenggara. Produk elektronik pun terkena imbas. Apple, misalnya, merakit iPhone di China dan sempat berencana memperluas produksi di India.

Yang untung dan yang buntung

Meski banyak yang merugi, ada juga pihak yang diuntungkan dari perang tarif.

“Negara-negara yang tidak terkena atau hanya sedikit terdampak tarif baru akan mendapat keuntungan. Selain itu, terbuka pasar baru bagi sebagian eksportir akibat memburuknya akses pemasok tradisional. Importir juga bisa mendapatkan barang dengan diskon tambahan dari pemasok ini. Jangan lupakan pula negara-negara yang berperan sebagai perantara jalur alternatif di tengah konflik tarif,” kata Anastasia Prikladova, dosen di Departemen Bisnis Internasional Universitas Ekonomi Rusia Plekhanov, kepada TRT edisi Rusia.

Perusahaan-perusahaan Amerika pun diperkirakan akan menjadi salah satu pihak yang diuntungkan. Produk pesaing asing mereka akan menjadi kurang kompetitif. Setidaknya, itulah yang diyakini Trump. Menurutnya, AS harus menjadi lebih makmur.

Sekilas, data resmi sejalan dengan harapan sang presiden. Selama enam bulan terakhir, tarif baru menambah 87,2 miliar dolar AS ke anggaran federal, menurut Departemen Keuangan AS. Tarif dasar 10 persen saja menyumbang 17,7 miliar dolar AS, sementara tarif 25 persen pada mobil menghasilkan 10,7 miliar dolar AS.

Namun, para ahli menilai euforia ini terlalu dini. Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan risiko resesi yang meningkat di AS. Tarif impor akan mendorong kenaikan harga barang, mempercepat inflasi, dan menaikkan harga makanan, elektronik, pakaian, serta mobil.

“Selain itu, tekanan pada lapangan kerja di sektor industri dan transportasi juga meningkat,” ujar Igor Rastorguev.

Dalam skenario terbaik, AS hanya akan mengalami perlambatan ringan tanpa tekanan inflasi besar. Namun, dalam skenario terburuk, AS bisa menghadapi stagflasi: pertumbuhan lemah di tengah inflasi tinggi.

“Kalau terjadi skenario pertama, The Fed masih bisa meredam dampaknya dengan menurunkan suku bunga. Tapi kalau stagflasi, manuvernya jauh lebih sulit. Itu bisa memicu pelemahan dolar, naiknya imbal hasil obligasi jangka panjang, serta memburuknya sentimen di pasar saham. Secara keseluruhan, tak ada hal positif bagi ekonomi dalam jangka menengah,” kata Yan Pinchuk.

Tambahan kerugian bagi ekonomi AS juga akan datang dari langkah balasan negara-negara yang terkena tarif keras Trump.

Pada akhirnya, konsumenlah yang harus menanggung biaya. Menurut perkiraan Budget Lab di Universitas Yale, tarif baru akan membebani tiap keluarga AS sebesar 1.500–2.000 dolar AS per tahun, sementara total kerugian ekonomi mencapai sekitar 100 miliar dolar AS.

SUMBER:TRT Russian