Ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa diproyeksikan meningkat mulai 2026, seiring tercapainya kesepakatan perdagangan bebas Indonesia–Uni Eropa (IEU-CEPA) serta penundaan implementasi regulasi deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan kepada Reuters, penundaan aturan EUDR memberi ruang bagi pemerintah untuk melakukan persiapan, terutama bagi petani kecil.
Komisioner Lingkungan Uni Eropa Jessika Roswall mengumumkan EUDR yang semula berlaku 30 Desember 2025 akan ditunda setahun lagi. Aturan itu mewajibkan eksportir produk seperti kedelai, daging sapi, dan sawit ke pasar Eropa menunjukkan bukti bahwa produk mereka bebas dari praktik deforestasi.
Dengan adanya kelonggaran ini serta implementasi CEPA, ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa diperkirakan naik dari 3,3 juta ton pada 2025 menjadi sekitar 4 juta ton pada 2026.
Kesepakatan IEU-CEPA yang ditandatangani Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Brussels pada 13 Juli 2025 menandai berakhirnya 19 putaran negosiasi selama sembilan tahun sejak dimulai pada 2016.
Peluang ekspor sawit
Perjanjian ini akan menghapus tarif impor sawit Uni Eropa yang sebelumnya bisa mencapai 12,8 persen, dan memberi kepastian hukum serta akses pasar yang lebih luas bagi Indonesia. Indonesia juga membuka liberalisasi untuk sejumlah produk agrikultur Eropa.
Dalam pernyataan resmi, Komisioner Perdagangan Uni Eropa Maroš Šefčovič menyebut IEU-CEPA sebagai “game-changer” bagi kedua perekonomian. Kesepakatan ini juga mencakup protokol khusus untuk minyak sawit, termasuk platform dialog regulasi dan kerangka kerja sama menuju perdagangan sawit berkelanjutan.
Uni Eropa selama ini menjadi pasar tradisional bagi sawit Indonesia dengan pangsa 11,8 persen pada periode 2020–2024. Namun, volume ekspor sawit Indonesia ke UE turun dari 5 juta ton pada 2020 menjadi hanya 3,4 juta ton pada 2024.
Kajian CSIS (2021) menunjukkan tren ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa sejak 2013 terus menurun, dengan rata-rata penurunan 13 persen atau sekitar $327 juta pada 2017–2019 dibandingkan periode sebelumnya.
Dengan CEPA dan penghapusan hambatan non-tarif, sejumlah studi memproyeksikan ekspor Indonesia ke Uni Eropa dapat naik hingga 57,7 persen, sementara ekspor Uni Eropa ke Indonesia meningkat 76 persen.
PASPI Monitor (2025) menilai industri minyak nabati, khususnya sawit, akan menjadi sektor yang paling diuntungkan dari implementasi perjanjian ini. Dampak lanjutannya adalah peningkatan surplus perdagangan Indonesia dan penciptaan hingga satu juta lapangan kerja baru.
Šefčovič menyatakan para pebisnis Eropa menyambut baik perkembangan ini dan siap meningkatkan investasi di Indonesia, khususnya di sektor kelapa sawit, tekstil, alas kaki, serta ekonomi digital.
Pemerintah menilai IEU-CEPA menjadi fondasi untuk meningkatkan hubungan Indonesia–UE ke arah kemitraan strategis, sebagaimana dibahas dalam pertemuan Presiden Prabowo dan Presiden von der Leyen di Brussels.