Filipina kini berada di garis depan dalam upaya pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di kawasan Asia Tenggara. Negara itu dinilai paling siap dibandingkan negara tetangga seperti Indonesia, Vietnam, dan Malaysia, berkat langkah kebijakan dan infrastruktur kelembagaan yang sudah lebih matang.
Sejak 2022, program energi nuklir nasional kembali aktif melalui pembentukan divisi khusus nuklir di Departemen Energi (DOE) dan penyusunan peta jalan komprehensif yang telah dua kali ditinjau oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Hasil tinjauan menunjukkan kesiapan regulasi dan tata kelola yang kuat untuk mendukung pembangunan fasilitas nuklir komersial pertama di Filipina.
“Indonesia sempat berada di posisi lebih maju, tetapi tidak konsisten karena kewenangan pengelolaan energi nuklir pernah ditarik kembali oleh legislatif. Vietnam juga menunjukkan kemajuan, namun perkembangannya fluktuatif tergantung situasi domestik,” ujar Menteri Energi Filipina Sharon Garin dalam rapat anggaran di Senat.
Kebijakan baru pembangkit nuklir perdana
Menurut laporan media nasional Filipina PNA, Pemerintah telah menetapkan dasar hukum dan kebijakan untuk pendirian Pioneer Nuclear Power Plant, yang akan menjadi pembangkit nuklir komersial pertama di negara tersebut.
Melalui surat edaran resmi yang diterbitkan pada 2 Oktober 2025, DOE mengatur bahwa fasilitas ini akan berfungsi sebagai pembangkit baseload dengan prioritas penyaluran daya, kontrak jangka panjang, serta akses terhadap berbagai insentif investasi.
Kementerian juga sedang menjajaki model pembiayaan dan kerja sama lintas lembaga bersama Departemen Keuangan, Maharlika Investment Corporation, dan lembaga perencanaan nasional untuk memastikan proyek ini berjalan berkelanjutan.
Proyek tersebut juga ditetapkan sebagai Energy Project of National Significance, yang memberikan kemudahan perizinan dan percepatan proses pembangunan.
Pada 15 September 2025, pemerintah menandatangani Undang-Undang Republik No. 12305, atau Philippine National Nuclear Energy Safety Act, yang menjadi kerangka hukum keselamatan dan pengawasan tenaga nuklir di Filipina.
Dalam rencana energi jangka panjang, pemerintah menargetkan pembangkit berkapasitas 1.200 megawatt (MW) beroperasi pada 2032, meningkat menjadi 2.400 MW pada 2035, dan mencapai 4.800 MW pada 2050. Laporan dari BMI, unit dari Fitch Solutions, menyebutkan bahwa kematangan regulasi dan dukungan kebijakan yang kuat menempatkan Filipina sebagai negara terdepan dalam pengembangan tenaga nuklir di ASEAN.














